Selasa, 11 November 2014

Air Terjun Selang Pangeran, Bahorok

 
 
Salam Petualang..
Air Terjun (waterfall) merupakan salah satu dari beberapa keindahan yang tersaji yang ada di alam, di Sumatera Utara sendiri banyak lokasi-lokasi yang menyajikan keindahan alam air terjun tersebut, berbagai macam bentuk air terjunpun dapat kita temui di Provinsi ini. Dari air terjun yang tinggi maupun yang  rendah, air terjun yang memiliki debit air yang deras maupun debit air yang kecil, air terjun yang memiliki diameter yang luas maupun yang tidak luas atau hanya beberapa meter. Dan untuk mencapai kelokasi yang memiliki sumber-sumber air terjunpun pada umumnya terbilang sangat membutuhkan usaha extra, karena kebaradaannya kebanyakan di dalam hutan belantara yang jarang terjamah oleh orang banyak, untuk menuju lokasinya kita harus banyak melalui hambatan-hambatan baik itu menelusuri hutan belantara, menaiki dan menuruni perbukitan, hingga menulusuri sungai dan tepi-tepi jurang yang memiliki batu-batu cadas yang kapan saja dapat membayakan diri kita. Tapi tidak sedikit pula lokasi yang memiliki air terjun dapat dicapai dengan mudah, karena lokasi ini biasanya telah menjadi obyek wisata umum yang telah tekelola dengan baik, dari segi pengamanan hingga akses yang dipermudah untuk mencapai kelokasinya sehingga tidak perlu banyak perjuangan extra.

Dari setiap air terjun pasti memiliki keunikan-keunikan yang berbeda, baik dari segi pemberian nama maupun spot-spot yang diberikan di lokasi tersebut. Seperti halnya “Air Terjun Selang Pangeran” sebuah air  terjun yang terdapat di Desa Timbang Lawan, Kec. Bahorok, Kab. Langkat, Sumatera Utara. Air terjun Selang Pangeran ini memiliki dua tingkat air terjun, tingkat pertama memiliki ketinggian lebih kurang 30 meter dan memiliki debit air yang tidak terlalu deras, air yang jatuh terlihat tipis sehingga seperti tirai-tirai, sedangkan dibawahnya terdapat bongkahan batu-batu yang cadas dan licin. Air yang jatuh terus mengalir kelokasi yang rendah dan membentuk air terjun yang kedua atau tingkat kedua yang memiliki tinggian tidak jauh beda dengan yang pertama, tapi yang membedakan adalah debit air lumayan deras, itu di karenakan air yang mengalir dari atasnya membentuk satu arah dan berkumpul menjadi satu tanpa ada bebatuan yang menghalanginya, uniknya lagi diantara air yang jatuh ini terdapat bebatuan tebing yang menjulang sehingga memiliki ruang sempit di tempat bermuaranya air yang jatuh dari atasnya. Keeksotisannya bukan hanya disitu saja, disekeliling lokasi air terjun ini terdapat tebing yang curam yang kokoh, bagi yang senang dengan panjat tebing (walkclimbing) tempat ini bisa menjadi inspirasi untuk menguji adernalin berikutnya dan terdapat dataran-dataran landai yang lumayan luas jika digunakan sebagai tempat berkemah (camping).

Nama air terjun Selang Pangeran tidak memiliki arti khusus, selang pangeran merupakan nama dari sumber air atau sungai yang mangalirinya yaitu “sungai selang pangeran”. Menurut sumber yang saya dapat nama tersebut sudah ada sejak dahulu kala sembelum Indonesia merdeka. Air yang mengalir dari sungai selang pangaran ini akan diteruskan ke sungai landak, sungai yang terdekat dari desa timbang lawan, kemudian mengalir menuju sungai bahorok dan diteruskan kesungai wampu.

Untuk menuju kelokasi ini dari kota Medan menuju Desa Timbang Lawan lebih kurang 2 -3 jam dengan kenderaan bermotor, jalur yang ditempuh sama dengan kita menuju ekowisata Bukit Lawang. Sesampai di desa timbang lawan dari pasar atau jalur lintas untuk mencapai pintu rimba berkisar 3 km atau 1 jam dengan kenderaan bermotor, untuk menuju ke pintu rimba kita akan melalui pemukiman penduduk dan lahan perkebunan karet milik warga, akses lumayan extrim karena masih harus melalui jalan setapak bertanahkan liat, cukup berisiko jika di guyur hujan. Setelah sampai dipintu rimba untuk menuju air terjun tersebut kita harus menggunakan guide penduduk setempat. Dari pintu rimba menuju lokasi air terjun kita harus berjalan kaki (tracking) menyeberangi sungai landak yang kedalamannya setinggi lutut orang dewasa kemudian jalan setapak perkebunan karet milik warga, kemudian kita akan menemukan aliran sungai kecil selang pangeran dan kembali melintasinya, setelah kita melewati sungai kecil selang pangeran kita harus menelusuri hutan TNGL (Taman Nasional Gunung Lauser) yang track semakin menanjak. Karena letak posisi air terjun ini di antara TNGL dan lahan perkebunan warga. Dari pintu rimba ke lokasi air terjun lebih kurang memakan waktu 1 jam perjalanan.

Air terjun selang pangeran ini awalnya ditemukan oleh seorang warga yang hendak pergi keladangnya dan kini air terjun selang pangeran ini ternyata dalam peroses pengenalan public sebagai salah satu obyek wisata di kab. Langkat. Tujuannya adalah untuk mengambangkan Pariwisata di Indonesia khususnya Sumatera Utara. Orang-orang yang beperan dalam proyek ini adalah warga Desa Timbang Lawan dan warga Desa Lau Demak dan tidak luput juga peran dari Pemerintahan yaitu Dinas Pariwisata sebagai izinnya. Dilokasi ini telah dibangun beberapa bungalow yang diberi nama “Jungle Hill Bungalow”, letak bungalow inilah merupakan pintu rimba menuju lokasi air terjun tersebut. Menurut sumber dari desa timbang lawan ini selain air terjun selang pangeran, dari desa ini kita bisa menuju goa kampret (batcave), goa patu rijal, goa pintu air dan satu lagi dalam proses penemuan yang akan di kembangkan adalah sumber air panas.

Semoga tulisan kecil ini dapat membantu sobat-sobat yang ingin berkunjung dan yang senang berpetualang di alam bebas, kedatangan sobat-sobat juga berperan dalam pengembangan dan pengenalan priwisata daerah. Pesan kami jangan tinggalkan sampah di alam kita yang indah ini, karena alam ini bukan tempat sampah dan siapa lagi yang dapat menjaga ke asrian alam selain kita bersama.
5 Celoteh Rimba: 2014     Salam Petualang.. Air Terjun (waterfall) merupakan salah satu dari beberapa keindahan yang tersaji yang ada di alam, di Sumatera ...

Rabu, 20 Agustus 2014

Pendakian Kemerdekaan Puncak Sibayak


Salam Rimba…   
Memperingati hari kemerdekaan di Negara kita Indonesia telah menjadi momen terpenting setiap tahunnya. Upacara penaikan Sangsaka Merah Putih yang merupakan Bendera kebangsaan kita telah menjadi ciri khas dalam ritual peringatan kemerdekaan tersebut, baik itu didalam instansi-instansi pemerintah maupun swasta dan juga dalam ruang lingkup pendidikan seperti Perguruan Tinggi dan sekolah-sekolah yang ada dibelahan Indonesia tidak luput dari upacara peringatan kemerdekaan Negara Indonesia.  Namun tidak semua orang memiliki cara yang sama dalam memperingati HUT-RI, seperti halnya saya untuk memperingati HUT-RI yang ke 69 yang jatuh pada tanggal 17 Agustus 2014, saya mencoba melakukan pendakian gunung Sibayak untuk ambil adil dalam upacara peringatan kemerdekaan bersama anak-anak Pencinta Alam dari berbagai daerah di Sumtera Utara.

Gunung Sibayak adalah sebuah gunung yang menghadap ke kota Berastagi Sumatera Utara. Orang Batak Karo menyebut gunung Sibayak dengan sebutuan "gunung Raja" Konon Tanah karo diperintah oleh 4 Raja (Sibayak). Keempat dari kerajaan itu ialah Sibayak lingga, Sarinembah, Barusjahe dan Kutabuluh. Gunung Sibayak merupakan gunung berapi aktif dan meletus terakhir tahun 1881. Gunung ini memiliki ketinggian 2.212 mdpl dan berada di sekitar 50 kilometer barat daya kota Medan. Secara administratif, hutan alam pegunungan ini masuk dalam dalam kategori Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan. Puncak tertinggi dari Gunung Sibayak bernama “Takal Kuda”. Ini adalah bahasa Karo yang berarti “Kepala Kuda”. Posisi koordinat puncaknya adalah berada pada 97°30′BT dan 4°15′LS. Gunung Sibayak adalah kelas gunung berapi aktif yang memiliki uap panas. Selain itu, letusan yang terjadi beberapa waktu tahun silam cukup mempora-porandakan bebatuan di puncak gunung. Kondisi yang tidak beraturan pada bebatuan puncaknya ini justru menjadi keunikan tersendiri yang menarik parapendaki yang senang menguji adrenalinnya untuk berusaha menaklukkan Gunung Sibayak hingga mencapai puncaknya.

Mendaki Gunung Sibayak di Tanah Karo jadi pilihan destinasi para pendaki di akhir pekan, gunung ini tidak begitu sulit untuk didaki bahkan oleh seorang pemula sekalipun, tapi harus tetap berhati-hati. Gunung ini selalu ramai dikunjungi oleh para pendaki lokal dimalam minggu. Mereka biasanya mulai mendaki sekitar jam 02.00 dini hari untuk mendapatkan pemandangan matahari terbit dipuncak gunung, pemandangan matahari terbit dari puncak gunung akan membuat sobat terperangah. Sinar matahari terbit akan menerpa wajah sobat yang dapat memberikan suasana hangat, menggantikan hawa dingin yang semalaman menyelimuti perjalanan. View pemandangan kotapun dapat juga kita nikmati, dan tidak kalah indahnya pemandangan gunung Sinabung akan terlihat jelas dan indah, sebab gunung Sinabung tidak terlalu jauh letaknya dari gunung Sibayak. Namun suasana seperti itu bisa sobat nikmati jika keadaan cuaca baik atau tidak di selimuti kabut tebal.

Berangkat dari Kota Medan, sabtu 16 Agustus sekitar pukul 18.00 wib melalui terminal angkutan umum saya dan parasahabat yang berjumlah 13 orang  terdiri dari dua kelompok yaitu Jejak Adventure dan SGC dengan perlengkapan dan bekal yang telah dipersiapkan kami mulai menuju kota Berastagi. Kami akan menempuh jarak sejauh 77 km dengan waktu kurang lebih 2 jam untuk sampai di Berastagi. Untuk menuju kesana dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau roda empat. Setelah itu, untuk mencapai lokasi, terdapat bebrapa pilihan rute pendakian, diantaranya perjalanan dari Jalur 54, dari jalur Semangat Gunung dan jalur Jaranguda.

Jalur 54 : kenapa disebut dengan 54? Karena memang terletak di Km 54 dari Kota Medan menuju Kota Berastagi. Uniknya, jalur ini masih masuk ke wilayah Kec. Sibolangit, Kabupaten Deliserdang. Jalur ini merupakan jalur ekstrem. Waktu tempuhnya adalah 6-8 jam perjalanan mendaki  ke Puncak Sibayak. di jalur 54 merupakan rute yang penuh tantangan. Tanjakan yang curam merupakan tantangan yang wajib di lewati para pendaki, selain itu hutannya masih sangat asri. Di jalur menuju puncak banyak di jumpai tanaman rotan, selain itu rute ini banyak di gunakan untuk diksar anggota mapala di Medan dan sekitarnya. Setelah melewati hutan yang rindang, maka kita akan menjumpai daerah cadas (hampir munuju puncak). Untuk mata air, jalur ini hanya memiliki sedikit sumber mata air. Oleh karna itu diwajibkan untuk banyak membawa persediaan air dari kaki gunung.

Jalur Semangat Gunung : Jalur ini terletak di desa Raja Berneh (Semangat Gunung) Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Karo sekitar 60 km dari Kota Medan. Melalui Desa Semangat Gunung (Desa Raja Berneh), desa ini sangat indah dengan panorama alam dan hamparan perkebunan sayur-sayuran,  tanaman hias dan buah-buahan. Masyarakatnya bercorak masyarakat agraris, yang masih berpegang pada tradisi leluhur dengan kehidupan sosial yang multikultural. Dalam perjalanan menuju Gunung Sibayak, di sepanjang jalan akan terlihat pemandangan tradisional, berupa rumah-rumah adat Batak Karo yang telah berusia sekitar  250 tahun. Banyak terdapat  sumber air panas di sekitar Desa Semangat Gunung dan di Gunung Sibayak. Di kaki  Gunung Sibayak terdapat sumber air panas yang sering didatangi para pengunjung. Uap airnya mengandung belerang, sehingga tercium agak menyengat. Kondisi  alamnya masih natural, dipenuhi pepohonan bambu dan rotan. Untuk menuju arah puncak, para pendaki dapat melewati jalan setapak sebagai jalur resmi  pendakian. Jalan setapak ke puncak sangat jelas. Sepanjang jalan tidak ada ciri-ciri khusus, hanya di pinggang gunung terdapat sebuah gua kecil yang menjorok satu meter kedalam. Kemudian memasuki sebuah sungai kering, terus melewati daerah hutan bambu sebelum memasuki hutan yang sebenarnya. Dari daerah ini ada sebuah jalan rintis yang berbelok ke kanan kearah bukit Pertektekan. Memasuki Daerah puncak tumbuhan mulai rendah dan mulai memasuki daerah berkerikil dan berbatu yang tidak begitu kompak. Jalan setapak tidak begitu jelas dan ada baiknya sobat tetap berhati-hati didaerah ini.

Jalur Jaranguda : Jalur ini berjarak 1.5 km dari kota Brastagi tepatnya Desa Jaranguda. Dari Desa Jaranguda perjalanan ke puncak Sibayak dapat dapat ditempuh 3-4 jam perjalanan dengan jalan pendakian beraspal, tetapi jalanan setelahnya berupa tangga beton. Dari jalur ini kita akan dikelilingi pepohonan yang merupakan hujan hujan tropis, dari sela-sela hutan tersebut kita masih dapat melihat pemandangan desa-desa yang ada dan view dari Gunung Sinabung. Kemudian sobat akan mendapatkan jalur yang landai, ditempat ini sering digunakan pendaki untuk beristirahat ataupun berkemah sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak Sibayak.

Sebenarnya rencana kami ingin dari jalur Semangat Gunung, karena informasi yang kami dapat bahwa jalur tersebut tertutup longsor, maka kami ambil jalur pendakian dari Jaranguda. Maka kami harus menuju kota pariwisata Brastagi kemudian kami lanjutkan ke desa Jaranguda sebagai titik awal pendakian. Sesampai didesa tersebut kami harus registrasi urusan admnistrasi, setelah urusan selesai kami lanjutkan perjalanan di malam itu dengan cahaya senter dan headlamp sebagai penerang jalan kami.

Setelah lamanya perjalanan yang kami tempuh kurang lebih 3 jam akhirnya kami sampai juga dilokasi kemah, lokasi yang kami pilih adalah dekat aliran sungai kecil yang mengalir dari pegunungan Sibayak. Selama perjalanan, kami selalu melihat dataran-dataran landai yang dipenuhi tenda-tenda para pendaki, kami berpikir bahwa besok acara peringatan tujuh belasan pasti bakal ramai. Dilokasi ini bukan kami saja yang mendirikan tenda, tapi pendaki lain juga satu lokasi dengan kami. Tenda telah berdiri, makan malampun telah selesai saatnya kami menikmati keindahan malam, dengan bercanda ria kami meramaikan suasana malam yang dingin itu. Malam semakin larut udara dingin semakin menusuk tulang, tiba saatnya untuk istirahat agar stamina pulih setelah lelah melakukan perjalanan agar dapat mempersiapkan diri untuk kegiatan besok.

Terlihat langit mulai terang pertanda pagi telah datang, saat kami mempersiapkan sarapan pagi sebelum melakukan perjalanan menuju lokasi upacara tujuh belasan bersama anak-anak pecinta alam dari berbagai daerah. Terlihat juga rombangan orang-orang yang melintas menuju lokasi upacara, dan juga ingin menikmati keindahan matahari terbit (sunrise), di pagi itu cuaca memang cerah tapi keindahan sunrise tidak terlihat karena tetutup kabut pagi. Setelah selesai urusan lambung saatnya kami juga menyusul mereka dengan tetap meninggalkan tenda yang kami berdirikan tadi malam. Ratusan manusia terlihat memenuhi gunung Sibayak untuk ambil adil peringatan kemerdekaan tersebut. Upacara peringatan HUT-RI ke 69 berjalan dengan hikmat.

Setelah upacara selesai kami langsung melakukan perjalanan menuju takal kuda yang merupakan puncak tetinggi gunung Sibayak. Untuk menuju puncak kami membutuhkan waktu sekitar 30 menit, trek yang penuh tanjakan berbatu membuat kami harus tetap berhati-hati, dalam perjalanan menuju puncak kami dapat melihat keindahan kawah gunung aktif ini, suara gemuruh selalu mengiringi setiap langkah kami, semburan semburan uap kawah menambah keeksotisan dari pendakian itu. Akhirnya kami tiba di puncak kami tujuh, dari puncak ini keindahan pedesaan yang terletak di kaki gunung terlihat indah, hamparan-hamparan hijau menjadikan alam tidak bosan dipandang mata ditambah lagi kokohnya gunung Sinabung terlihat jelas seakan-akan berdampingan dengan gunung yang ada di bawah kaki kami ini, karena disaat itu gunung Sinabung lagi dalam masa eropsi sehingga terlihat awan panas yang keluar dari puncak Sinabung, kami berharap bencanan Sinabung segerai usai sehingga kami dan para pendaki lain dapat menikmati keindahan alam dari puncaknya.

Hari semakin siang dan matahari seakan-akan dekat dengan kepala kami, karena cahaya panasnya terasa menyengat tubuh, saatnya kami harus kembali turun menuju perkemahan dan untuk bersiap-siap berbenah untuk kembali ketempat asal kami kota Medan.
5 Celoteh Rimba: 2014 Salam Rimba…    Memperingati hari kemerdekaan di Negara kita Indonesia telah menjadi momen terpenting setiap tahunnya. Upacara penaik...

Minggu, 03 Agustus 2014

Bukit Doa Hutaginjang 1550 Mdpl, Tapanuli Utara



Salam Petualang…
Sobat petualang jika kita cerita tentang danau toba maka tidak akan ada habisnya, sebuah keindahan alam yang di anugrahkan Tuhan terhadap Provinsi Sumatera Utara telah menjadi icon pariwisata dunia. Danau yang terluas di Asia Tenggara ini bukan menjadi rasia lagi karena setiap sudut-sudut dan pinggirannya memiliki cerita keindahan tersendiri ditambah lagi bukit-bukit yang berbaris yang terlihat mengelilinginya dan pulau-pulau yang terbentang di atasnya telah menjadi daya tarik dan ciri khas keindahan danau toba. Karena luasnya danau toba ini dapat mencakup beberapa wilayah kabupaten yang ada di Sumatera Utara, sehingga jika sobat berkunjung kebarbagai wilayah yang terdapat di beberapa kabupaten tersebut sobat akan dapat melihat keindahan danau toba dengan berbagai versi dari setiap sudut wilayah yang telah dicakupnya. Seperti Kabupaten Tapanuli Utara yang telah menjadi kunjungan saya dan sobat-sobat dari Jejak Adventure dalam rangka silatuhrahmi kesalah satu sobat Jejak yang ada di Tarutung. Dalam rangka silatuhrahmi ini kami coba memanfaatkan untuk berkunjung kesebuah desa yang terdapat di tepian danau toba, tepatnya desa hutaginjang.

Hutaginjang merupakan nama desa yang berada di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanui Utara, provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Desa ini berada diatas pinggiran danau toba dengan ketinggian 1.550 mdpl (meter diatas permukaan laut) dengan memiliki curah hujan 1.234 mm/thn. Kecamatan Muara memiliki luas kira- kira 79,75 KM2 atau 2,10 % dari luas Kabupaten Tapanuli Utara secara keseluruhan. Kawasan Wisata Alam Sijaba Hutaginjang Sebelum menjadi objek wisata merupakan kawasan hutan produksi terbatas. Sebagian besar penduduk yang berada di sekitar Wisata Alam Sijaba Hutaginjang menggantungkan hidupnya dari bertani. Data kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik setiap tahun meningkat. Kawasan Wisata Alam Sijaba Hutaginjang merupakan objek wisata termuda di propinsi Sumatera Utara. Sarana dan prasarana di kawasan kurang memadai, usaha pengembangan objek wisata Wisata Alam Sijaba Hutaginjang mulai berkembang tahun 2005-2012 . Wisata Alam Sijaba Hutaginjag sudah mulai dikembangkan baik oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta lainnya.

Dalam proses pengembangan tersebut ditempat ini telah dibangun sebuah rumah doa bagi umat kristiani di lereng bukit Hutaginjang ditepian Danau Toba dengan tujuan untuk memberkati daerah Tapanuli Utara. Rumah doa ini terdiri 26 (dua puluh enam) buah kamar-kamar yang menghadap langsung ke danau toba. Kamar-kamar doa dibangun sedemikan rupa sehingga setiap orang yang berdoa didalam kamar dapat menikmati kesejukan udara tepian danau serta langsung dapat memandang lewat kaca jendela tembus pandang ke arah hamparan sawah hijau dan permukaan air danau yang berwarna biru, sungguh suatu pemandangan yang sangat indah dan menakjubkan.

Tidak salahnya jika para sobat berkunjung kemari, lokasi tempat yang masih asri dan sejuk yang jauh dari hiruk pikuk kota menjadikan tempat ini cocok untuk bersantai dengan menikmati keindahan panorama pandang danau toba dan hamparan sawah hijau. Untuk masuk kelokasi wisata alam sijaba Hutaginjang sobat tidak dikenakan retibusi masuk. Dan di lokasi ini tersdia warung-warung yang menyajikan makanan dan miuman bagi pengunjung yang datang dan ada juga yang menjual pernak pernik sebagai kenang-kenangan. Wisata alam sijaba hutaginjang dapat ditempuh dengan kenderaan roda empat maupun kenderaan roda dua, karena lokasi berada di ketinggian maka trek yang dilalui cukup menanjak, jalan lumayan baik karena sudah aspal. Wisata alam sijaba hutaginjang dapat ditempuh dari Siborong-Borong yang maish termasuk dalam wilayah Tapanuli Utara dan juga dapat ditempuh dari Dolok Sanggul yang merupakan wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan.

Semoga wawasan kami ini dapat membantu sobat-sobat yang ingin berkunjung ke wisata alam sijaba hutaginjang. Terimakasih..
5 Celoteh Rimba: 2014 Salam Petualang… Sobat petualang jika kita cerita tentang danau toba maka tidak akan ada habisnya, sebuah keindahan alam yang di anu...

Air Terjun Janji, Baktiraja

 
Salam Petualang…
Tidak ada habis-habisnya jika kita menelusuri Sumatera Utara hanya untuk mencari dan menikmati pesona-pesona alam yang diciptakan Tuhan di alam kita ini khusunya Sumatera Utara, karena keindahan-keindahan yang diciptakan di alam kita ini merupakan tanda-tanda kebesarannya bagi orang-orang yang menyadari hal tersebut. Terlalu banyak spot-spot keindahan alam yang dieprlihatkan-Nya kepada kita sebagai makhluk ciptaanya mulai dari Danau, Laut dan pantianya, Pegunungan, Sungai, Gua, Air tejun, dll semua itu memiliki karekter keindahan yang berbeda-beda walaupun masuk dalam kategori yang sama.

Air Terjun Janji, sebuah pesona alam yang yang terdapat di Desa Marbun, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Air terjun tersebut telah menjadi target Jejak Adventure sebagai Pecinta dan Penjelajah Alam, tidak sulit untuk mencapai air terjun ini jaraknya tidak begitu jauh dari Dolok Sanggul yang merupakan ibukota Kabupaten Humbang Hasundutan. Hanya dengan jarak tempuh sekitar 30-45 menit atau berkisar lebih kurang 22 km, sobat bisa mencapai air terjun ini menggunakan kendaraan peribadi seperti kenderaan roda empat maupun roda dua. Akses menuju lokasi air terjun ini sudah aspal dan mudah dilalui, hanya saja terlihat sempit dan berbukit ketika sudah melewati pusat pasar Kecamatan Baktiraja, karena disebelah kiri merupakan bukit-bukit cadas dengan pepohonan-pepohonan hijaunya dan sebelah kanan merupakan danau toba yang terbentang luas dengan pesona keindahan yang tiada taranya. Untuk melintasi akses ini harus berhati-hati karena jalan yang sempit, berbukit-bukit dan kelokan yang mengikuti pinggiran perbukitan cukup beresiko, ditambah lagi jurang-jurang yang langsung berlandaskan danau toba cukup membuat adnarlin kita bergejolak.

Air terjun ini berada tepat di pinggir danau toba, air yang jernih yang jatuh dari perbukitan yang tinggi dan menghempas batu-batu yang cukup besar di bawahnya menciptakan salju-salju embun yang ditiup oleh angin. Jika melihat kondisi seperti itu kami teringat dengan penelusuran saya ke air terjun sikulikap yang ada di panetapan Berastagi. Sementara di bagian bawahnya atau aliran dari jatuhnya air terjun janji terlihat sebuah tempat pemandian sederhana yang dibuat oleh penduduk setempat agar semua orang bisa mandi disini dan merasakan sejuknya air yang tumpah dari ketinggian lebih kurang 30 meter dan bermuara langsung menuju danau toba ini. Ada dua ruang yang disediakan yaitu untuk pria dan wanita yang dibatasi atau dibuat bilik-bilik. Lokasi jatuhnya air terjun janiji ini berkedalaman sekitar 1 meter, karena derasnya air yang jatuh ini cukup berbahaya jika kita langsung mandi-mandi di bawah tepat air terjun itu jatuh.

Untuk masuk ke lokasi air terjun ini tidak di pungut biaya, namum jika sobat tidak keberatan sobat hanya di harapkan mau berbelanja jajanan-jajanan atau minum-minuman yang ada terjual di lokasi tersebut. Dari pintu masuk sobat harus berjalan lebih kurang 100 meter untuk mencapai lokasi air terjun tersebut. Lokasi yang masih asri akan kesejukan alam bebas di tambah lagi pesona-pesona pandang danau toba, semua itu akan membuat kita tidak ingin beranjak dari sana. Tidak jauh lagi dari lokasi air terjun janji, sobat dapat menikmati kuliner di restoran apung yang berada di desa Tipang. Restoran ini terapung diatas permukaan danau toba, sehingga kita bisa menikmati kuliner sambil memandangi keindahan danau toba, menu khas di restoran ini adalah ikan bakar yang ikannya kita bisa pilih dengan menangkap sendiri dari kolam-kolam ikan yang tersedia dan ikan bakar yang telah siap saji itu akan ditemani dengan sambal daliman, sambal yang merupakan cirri khas orang batak.
5 Celoteh Rimba: 2014   Salam Petualang… Tidak ada habis-habisnya jika kita menelusuri Sumatera Utara hanya untuk mencari dan menikmati pesona-pesona alam ya...

Selasa, 10 Juni 2014

Menelusuri Rimba TNGL, Bukit Lawang



Salam  Petualang..
“Taman Nasional Gunung Leuser biasa disingkat TNGL adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1.094.692 ha yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Provinsi Aceh yang mencakup TNGL meliputi Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tamiang, sedangkan Provinsi Sumatera Utara yang mencakup TNGL meliputi Kabupaten Dairi, Karo dan Langkat. Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 mdpl di Aceh. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Taman Nasional Gunung Leuser memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu :

a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan.
b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Secara yuridis formal keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser untuk pertama kali dituangkan dalam Pengumuman Menteri Pertanian Nomor: 811/Kpts/Um/II/1980 tanggal 6 Maret 1980 tentang peresmian 5 (lima) Taman Nasional di Indonesia, yaitu : TN.Gunung Leuser, TN. Ujung Kulon, TN. Gede Pangrango, TN. Baluran, dan TN. Komodo. Berdasarkan Pengumuman Menteri Pertanian tersebut, ditunjuk luas TN. Gunung Leuser adalah 792.675 ha. Pengumuman Menteri Pertanian tersebut ditindaklanjuti dengan Surat Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor: 719/Dj/VII/1/80, tanggal 7 Maret 1980 yang ditujukan kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa diberikannya status kewenangan pengelolaan TN. Gunung Leuser kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser.

Diterimanya Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera ke daftar Situs Warisan Dunia pada tahun 2004, membuat Taman Nasional Gunung Leuser juga masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia oleh UNESCO, bersama dengan Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Sebagai dasar legalitas dalam rangkaian proses pengukuhan kawasan hutan telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 276/Kpts-II/1997 tentang Penunjukan TN. Gunung Leuser seluas 1.094.692 ha yang terletak di Provinsi daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Utara. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa TN. Gunung Leuser terdiri dari gabungan :

1. Suaka Margasatwa Gunung Leuser  : 416.500 ha
2. Suaka Margasatwa Kluet  : 20.000 ha
3. Suaka Margasatwa Langkat Barat  : 51.000 ha
4. Suaka Margasatwa Langkat Selatan  : 82.985 ha
5. Suaka Margasatwa Sekundur  : 60.600 ha
6. Suaka Margasatwa Kappi  : 142.800 ha
7. Taman Wisata Gurah  : 9.200 ha
8. Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas  : 292.707 ha

Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007, Saat ini pengelola TNGL adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Departemen Kehutanan yaitu Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) yang dipimpin oleh Kepala Balai Besar (setingkat eselon II). Salah satu Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang terkenal di dalam kawasan TNGL adalah Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera - Bukit Lawang di Kawasan Wisata Alam Bukit Lawang - Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Sisi lain, taman nasional ini juga mendapat perhatian karena maraknya kasus penebangan pohon illegal di beberapa lokasi yang menyalahi reservasi lingkungan. Sebagian besar kawasan TNGL memiliki topografi yang curam dan struktur dan tekstur tanah yang rentan terhadap longsor. Hal ini terbukti pada saat banjir bandang yang menghancurkan kawasan wisata alam Bukit Lawang beberapa tahun lalu. Untuk lebih menjaga TNGL dari kerusakan yang lebih parah maka dibentuklah suatu kawasan yang disebut Kawasan Ekosistem Leuser. Kawasan yang memiliki luas 2,6 juta hektare ini meliputi area yang lebih datar di sekeliling TNGL dan berfungsi sebagai penyangga (buffer).

Di taman nasional ini terdapat 130 jenis mamalia di antaranya : orangutan sumatera (Pongo pygmaeus abelii), sarudung (Hylobates lar), siamang (Hylobates syndactilus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestriana) dan kedih (Presbytis thomasi). Satwa karnivora di antaranya : macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus), harimau sumatera (Phantera tigris Sumatraensis). Satwa herbivora yang ada di taman nasional ini adalah gajah sumatera (Elephas maximus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatraensis), dan rusa sambar (Cervus unicolor).

Diperkirakan ada sekitar 89 spesies langka dan dilindungi berada di Taman Nasional Gunung Leuser, di antaranya : Orangutan sumatera (Pongo pygmaeus abelii), Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Gajah sumatera (Elephas maximus), Beruang madu (Helarctos malayanus), Rangkong papan (Buceros bicornis), Ajag (Cuon Alpinus), Siamang (Hylobates syndactylus).
Diperkirakan ada sekitar 325 jenis burung di Taman Nasional Gunung Leuser di antaranya : rangkong badak (Buceros rhinoceros). Fauna reptilia dan amphibia didominasi ular berbisa dan buaya (Crocodillus sp). Di sini terdapat ikan jurung (Tor sp), ikan endemik Sungai Alas yang bisa mencapai panjang 1 meter dan terdapat juga kupu-kupu (butterfly).” (sumber : Wikipedia)

Dari ulasan di atas kita dapat mengetahui tujuan dan fungsi dari TNGL, luas yang dimilkinya, maupun sepsies-spesies yang terdapat di dalam kawasan konservasi ini, TNGL merupakan kawasan konservasi pelestarian alam yang terbesar di Asia Tenggara. Selain kita dapat mengetahui tentang TNGL dari ulasan-ulasan diatas, mungkin kita ingin juga menikmati keindahan-keindahan yang ada didalamnya seperti ekpedisi saya bersama Jejak Adventure mencoba melakukan Junggle tracking untuk dapat menelusuri dan melihat langsung kebesaran dan keindahan yang ada didalam kawasan ini.

Dengan beberapa orang tim Jejak bergerak dari ibu kota Sumatera Utara menuju Bukit Lawang, Untuk mencapai Bukit Lawang, dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) melewati Medan - Binjai - Kuala - Tanjunglangkat – Salapian hingga Kecamatan Bahorok dari Bahorok Sobat tidak jauh lagi dengan menuju barat daya kawasan desa bukit lawang. Dengan kendaraan umum melalui terminal bus Pinang Baris Medan atau kendaraan pribadi dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan dengan jarak sekitar 80 km. Kondisi jalan menuju kawasan Bukit Lawang sangat baik dan telah diaspal, perjalanan yang Sobat temui cukup berkelok dan berbukit.

Karena Bukit Lawang merupakan salah satu pintu masuk untuk menuju kawasan TNGL ini, sesampai disana tim jejak akan memulai penjelajahan alam TNGL, untuk menelusuri kawasan ini kami harus menunggu sobat jejak yaitu Sofyan dan Erwin, mereka adalah sobat jejak yang bermukim di desa Bukit Lawang dan mereka telah hafal trek-trek kawasan hutan TNGL karena mereka sudah sering keluar masuk kawasan ini sebagai pemandu wisata alam untuk wisatawan asing maupun lokal, jika sobat ingin  berkunjung ke Ekowisata Bukit Lawang mungkin sobat bisa gunakan jasa mereka sebagai pemandu, jika sobat ingin berkunjung ke tempat-tempat yang menarik tapi sobat tidak tahu letak atau posisinya dimana. Dan jika sobat ingin mencari informasi mereka sobat bisa berkunjung ke website mereka disini.

Setelah sobat yang kami nanti sudah datang kami langsung melakukan penelusuran TNGL, tapi penelusuran TNGL ini kami hanya ambil trek terdekat saja yang dapat ditempuh 2 – 3 jam berjalan kaki (tracking), sebab tim jejak belum ada waktu untuk menelusuri trek-trek terjauhnya yang bisa memakan waktu 5 hingga 7 hari, sebab itu membutuhkan persiapan yang matang baik itu kondisi fisik, stamina dan perlengkapan-perlengkapan yang di butuhkan dalam perjalanan kelak. Dan karena masih ada tuntutan tanggung jawab sebagai rutinitas sehari-hari diluar Jejak Adventure yang merupakan wadah kami dalam melakukan penggiat alam.

Dalam juggle tracking ini kami banyak disuguhkan pemandangan-pemandangan alam yang masih asri, melewati perkebunan milik warga hingga wilayah penelitian berbagai jenis tanaman maupun hewan yang dilindungi. Dan juga kami mencoba menelusuri gua kampret yang dihuni oleh ribuan kekelawar didalamnya, didalam gua ini kami dapat melihat langsung kekelawar kecil yang bergelantungan di langit-langit gua, dapat melihat satalagtit dan satalagmit yang menjadi keunikan gua-gua, dan yang marik adanya batu-batu kecil yang mengandung besi.

Setelah kembali dari gua kampret kami melanjutkan perjalanan melintasi rimba TNGL, disinilah adnarlin kami di coba, karena trek yang turunan dan berbukit itu cukup menguras stamina kami, ditambah lagi medan trek yang cadas, licin, lembab, dan akar-akar pohon yang menjalar-jalar dapat saja mencidrai kami jika kami tidak waspada dan hati-hati. Didalam hutan ini kami banyak menemui barbagai jenis pepohon yang hidup di hutan hujan tropis ini baik yang masih berusia dini hingga ratusan tahun dan dengan ketinggian maupun diameter batang pohon yang beraneka ragam.

Tidak kalah serunya kami dapat melihat langsung Primata orangutan yang ada disana, tutur sobat kami primata itu merupakan salah satu spesies mamalia yang dilindungi, awalnya primata itu masuk dalam karantina konservasi hewan mamalia yang ada di TNGL setelah primata itu mampu beradaptasi dengan lingkungannya baru primata orangutan itu delepas di alam bebas seperti yang kami lihat, jadi jika sobat beruntung sobat juga dapat memberi makan langsung orangutan tersebut, namun harus dalam pengawasan untuk menjaga kelestarian orangutan dari hal-hal yang tidak di inginkan dan juga untuk keselamatan kita, karena bisa saja orangutan tersebut menyerang kita jika dia merasa tertanggu, maka disarankan jika memasuki hutan TNGL jangan berisik yang dapat memencing kemarahan hewan disana yang merasa tertanggu. Yang menarik lagi primata orangutan yang dilepas di alam TNGL ini memeiliki nama sob..!!! tutur sobat jejak ada yang bernama Sandra, Mina dan Pesek. Sobat kami itupun tahu ciri-ciri mereka sehingga mereka tahu sesuai namanya masing-masing.

Perjalanan kami lanjutkan untuk mencapai titik terakhir penjelajahan kami, disini kami harus menyebarangi beberapa hulu sungai yang ada di tengah hutan TNGL ini, hulu sungai tersebut mengalir menuju hilir sungai Bukit Lawang. Dan juga masih trek sebelumnya harus melintasi turunan dan tanjakan yang terjal, yang harus tetap waspada dan berhati-hati yang terpenting kerjasama tim untuk melalui medan-medan yang sulit dilalui. Dalam perjalanan menuju titik terakhir ini kami disuguhkan dengan sebuah air terjun yang tidak terlalu tinggi, berkisar 3 meter dengan lebar sekitar 2 meter dan debit air yang tidak telalu deras menjadikan air terjun ini dapat dijadikan pemandian melepas rasa lelah kami, ternyata air terjun ini sudah memiliki nama yaitu “Air terjun Ariko” yang berarti Ayo datang kemari, nama yang berasal dari suku karo yang merupakan mayoritas penduduk setempat.

Setelah menikmati kesejukan air terjun ariko kami lanjutkan perjalanan ke hilir sungai Bukit Lawang karena disana sudah menanti tantangan yang akan menguji adnarlin kami, hilir sungai itu adalah titik terakhir trek pendek TNGL ini. Setelah sampai di hilir sungai kami harus menyeberangi sungai dengan kereta gantung yang telah tersedia, seru, menakutkan, menantang itulah kata-kata yang terlintas dalam benak kami. Diseberang sungai tersebut telah terakit ban-ban yang sudah siap kami gunakan untuk arung jeram (rafting), tapi rafting kali ini berbeda dengan rafting yang kita tahu sob, rafting disini merupakan ciri khas kegiatan ektrim Bukit Lawang dengan medianya adalah ban-ban dalam yang dirakit menyerupai arung jeram biasanya.

Rafting ban di Bukit Lawang ini tidak kalah serunya degan rafting-rafting yang sobat tahu, menantang, menakutkan, sangat menguji adnarlin kita sob. Arus air sungai yang deras dan bergelombang itulah yang harus kita hadapi ditambah lagi batu-batu sungai yang cadas dan besar-besar dapat saja menggulingkan kami jika driver-driver rafting tidak terlatih.
5 Celoteh Rimba: 2014 Salam  Petualang.. “Taman Nasional Gunung Leuser biasa disingkat TNGL adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia sel...

Minggu, 08 Juni 2014

Air Terjun Ariko, Bukit Lawang




Salam Petualang..
Jika sobat-sobat berkunjung ke Bukit Lawang tidak salahnya sobat juga berkunjung kesebuah air terjun yang berada dibelantara hutan kawasan Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) Bukit Lawang, penduduk setempat manamainya Air Terjun Ariko yang berarti “Ayo Datang Kemari”, kata ariko berasal dari Suku Karo, yang merupakan mayoritas penduduk di Bukit Lawang.

Air terjun Ariko ini berada di Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Terletak di Kawansan Ekowisata Bukit Lawang tepatnya kawasan Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL), untuk menuju ke air terjun ariko ini kita harus menelusuri hutan TNGL dengan jarak tempuh lebih kurang 2 jam dengan berjalan kaki (tracking). Seperti halnya Trip Jejak Adventure dan saya di awal juni 2014 dengan beberapa orang menuju Bukit Lawang. Untuk mencapai Bukit Lawang, dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) melewati Medan - Binjai - Kuala - Tanjunglangkat – Salapian hingga Kecamatan Bahorok dari Bahorok tidak jauh lagi dengan menuju barat daya kawasan desa bukit lawang. Dengan kendaraan umum melalui terminal bus Pinang Baris Medan atau kendaraan pribadi dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan dengan jarak sekitar 80 km. Kondisi jalan menuju kawasan Bukit Lawang sangat baik dan telah diaspal, perjalanan yang temui cukup berkelok dan berbukit.

Sesampai di pintu masuk Ekowisata Bukit Lawang kami harus harus menyelesaikan urusan administrasi mulai masuk kelokasi ekowisata Bukit Lawang sampai tempat parkir kenderaan. Setelah semua selesai kami bergegas masuk dan menuju parkiran. Istirahat sejenak setelah melakukan perjalan yang cukup melelahkan.

Dengan didampingi sobat kami Erwin dan Sofyan kami mulai menuju ke air terjun ariko yang merupakan target kami, Sobat kami itu merupakan penduduk setempat Bukit Lawang dan mereka berdua sudah sering keluar masuk kawasan TNGL sambil membawa wisatawan yang berkunjung ke Bukit Lawang.

Sebelum kami menuju lokasi utama kami menuju goa kampret (bat cave) terdahulu, goa yang dihuni oleh ribuan kekelawar. Setelah kami menelusuri goa kampret kami melanjutkan ke sasaran kami yaitu air terjun ariko, kami harus melintasi rimba TNGL dengan trek-trek ekstrim dan sangat menguji adnarlin kami, keindahan dan kesejukan hutan hujan tropis menjadi pesona alam yang menarik untuk dikunjungi, medan yang penuh perjuangan pepohonan yang rindang dengan akar-akar yang menjalar-jalar dapat saja menjerat kami, trek tanjakan maupun turanan membuat kami harus lebih berhati-hati sebeb tanah yang lembab dan licin dapat menggelincirkan kami, beberapa hulu sungai yang bermuara ke sungai Bukit Lawang harus kami semberangi.

Rasa lelah kami akhirnya kami terobati setelah kami berhasil finis di tujuan kami, air terjun ini tidak terlalu tinggi seperti yang kita tahu atau yang pernah kami jejaki seperti air terjun Telaga Duawarna, Air terjun Sikulikap, Air terjun Lau Balis dan lainnya. Air terjun Ariko ini memiliki ketinggin sekitar 3 meter dengan lebar diameter berkisar 2 meter dan kedalaman muara jatuhnya air terjun ini sedada orang dewasa sehingga kami dapat langsung mandi-mandi di bawah air terjun ini, air yang berasal dari hulu sungai TNGL yang jernih dan sejuk, batu tebing yang cadas dan licin yang ada di sekitar air terjun Ariko ini sangat menarik karena ornamen-ornamen minimalis ukiran alam sengat menawan, walaupun debit air yang tidak besar tapi tidak kalah keeksotisannya dengan air terjun yang lainnya.
5 Celoteh Rimba: 2014 Salam Petualang.. Jika sobat-sobat berkunjung ke Bukit Lawang tidak salahnya sobat juga berkunjung kesebuah air terjun yang b...

Kamis, 05 Juni 2014

Menelusuri Goa Kampret (Bat Cave), Langkat




Salam Petualang..
Kampret adalah kekelawar kecil, binatang ini bisa kita temui di tempat-tempat gelap yang jauh dari cahaya dan memiliki kelembaban seperti gua-gua terkadang bergelantugan di dahan-dahan pohon yang rindang. Karena binatang ini suka beraktivitas di malam hari maka jika disiang hari kita jarang melihatnya. Tapi jika sobat ingin melihat langsung sobat bisa datang di Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) tepatnya di Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.  

Setelah trip ke Air terjun Lau Balis, kini kami kembali untuk menapaki Goa Kampret yang berada di Bukit Lawang dengan tujuh orang kami berangkat dari Medan, Untuk mencapai Bukit Lawang, dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) melewati Medan - Binjai - Kuala - Tanjunglangkat – Salapian hingga Kecamatan Bahorok dari Bahorok Sobat tidak jauh lagi dengan menuju barat daya kawasan desa bukit lawang. Dengan kendaraan umum melalui terminal bus Pinang Baris Medan atau kendaraan pribadi dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan dengan jarak sekitar 80 km. Kondisi jalan menuju kawasan Bukit Lawang sangat baik dan telah diaspal, perjalanan yang Sobat temui cukup berkelok dan berbukit.

Setelah kita sampai di depan pintu masuk Ekowisata Bukit Lawang kami harus menyelesaikan urusan administrasi sebesar 15.000 rupiah/kenderaan yaitu biaya masuk dan parkir, karena kami mengunakan sepeda motor jadi biaya yang kami uraikan adalah berdasarkan kenderaan yang kami gunakan Sob. Setelah semua selasai kami bergegas masuk menuju parkiran, kemudian kami istirahat sejenak sambil menunggu sobat kami Erwin dan Sofyan, mereka adalah sobat saya yang tinggal di Bukit Lawang, sebab kami tidak ada yang tahu pasti akses menuju lokasi gua kampret tersebut jadi kami gunakan jasa sobat kami tersebut untuk membawa kami ke lokasi yang kami tujuh.

Oh ya Sob, Erwin dan Sofyan mereka berdua  adalah pemandu lokal wisata di Bukit Lawang, jadi jika sobat ingin berkunjung ke Bukit Lawang dan tidak tahu tujuan wisata yang menarik disana sobat sekalian bisa gunakan jasa mereka sebagai guide.

Setelah mereka datang, kami langsung berangkat menuju lokasi gua kampret, untuk menuju gua kampret kami harus tracking dengan jarak tempuh lebih kurang 2 km untuk sampai ke mulut gua dengan menyelusuri areal perkebunan karet dan sawit, setelah itu kami melihat sebuah gubuk yang dengan seorang anak muda berada disana, biasanya yang berada di gubuk itu adalah orang paruh bayah mungkin anak muda itu adalah anak dari bapak tersebut. Gubuk tersebut sering digunakan tempat peristirahatan setelah melakukan perjalanan dan sebelum maupun sesudah masuk ke gua kampret tersebut. Dan untuk masuk kelokasi gua kampret akan di kenakan biaya sebesar 5.000 rupiah/ orang, kepada Bapak atau anak muda itulah kita harus membayarnya, menurut informasi media sosial yang kami dapat ternyata gua kampret ini bukan milik Pemda Langkat Sumatera Utara atau masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) tetapi gua kampret ini milik pribadi dari seorang warga yang ternyata pemilik goa ini adalah Bapak tua tersebut, setelah kami coba cari tahu tentang kepemilikan goa ini, sumber mengatakan gua ini milik bersama bukan milik pribadi siapapun, dengan alasan yang kuat bahwa mereka selalu berganti dalam penjagaan bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke goa kampret tersebut. Jika pernyataan itu benar tentang kepemilikan gua ini, bisa jadi goa ini milik Pemda Langkat, karena tidak ada hak peribadi warga didalam pernyataan tersebut. Kesimpulan, siapapun pemiliknya yang penting keberadaan goa ini mampu membantu pencarian warga dan semoga dapat menjadi icon wisata di Bukit Lawang khususnya dan Sumatera Utara umumnya.

Untuk menuju mulut goa dari gubuk tempat peristirahatan kami harus menapaki babatuan-bebatuan licin dan berlumut, pintu masuk untuk kemulut goa adalah dua buah batu besar yang menyisakan celah seukuran tubuh orang dewasa  dengan tangga dari kayu dan akar-akar pohon sebagai alat bantu untuk menapaki bebatuan-bebatuan licin dan berlumut tersebut dan kami harus penuh kehati-hatian jika ceroboh akan menimbukan cidera pada diri  kami. Didepan, kami  melihat mulut goa yang memiliki ruang luas dengan cahaya, sebelum memasuki mulut goa kami melihat batang-batang pohon yang berdiri kokoh dan dipenuhi akar-akar pohon yang bergelantungan, akar tersebut menjadi daya tarik sebelum kami masuk kemulut goa kampret. Diruang luas yang masih dipenuhi cahaya tersebut akan terlihat Stalagtit dan Stalagmit. Untuk memasuki lorong goa yang jauh dari cahaya membutuhkan penerang untuk menapaki lorong gelap tersebut, jadi kami sarankan sobat harus membawa senter atau sejenisnya yang bisa menerangi perjalanan sobat, biasanya pemilik goa juga menyewakan senter.

Ketika memasuki lorong lebih dalam maka keadaan goa sudah mulai lembab dan basah, didalam goa dapat di temukan aliran sungai kecil yang mengalir dan tetesan-tetesan air yang jatuh dari langit-langit goa yang merupakan rembasan dari tanah. Di aliran sungai kecil itu ada sebuah batu kecil berukuran bulat mirip biji-bijian yang katanya batu tersebut mengandung besi. Jika sobat ingin memilikinya sobat dapat mencarinya di aliran air tersebut. Bukan hanya itu saja di dalam goa ini kami dapat menemukan batuan yang mirip altar, ada yang berbentuk seorang wanita berambut panjang yang membelakangi, kemudian ada yang mirip seperti kuburan dengan batu nisannya. Sepanjang menelusuri lorong yang gelap itu, semakin kedalam tim dihadiahkan ke eksotisan goa ini, sebab disebagian lorong goa ini terdapat lokasi-lokasi yang terbuka yang langsung berhubungan dengan alam luas sehingga cahaya matahari dapat menarangi sebagian dalam goa sehingga akan terlihat indah dan mempesona.

Semakin jauh kita berjalan kedalam goa ini, kami harus melewati cela-cela batu goa yang hanya bisa  dilalui satu persatu orang saja dengan ukuran tubuh tidak terlalu besar, jika ukuran orang gemuk mungkin cela batu ini tidak dapat dilaluinya dan ada yang harus dilalui dengan cara merangkak pula. Sungguh manguji adrenalin bukan? Dan suara-suara kekelawar pun akan terdengar dan mungkin berterbangan di atas kepala kita. Maka jika sudah didalam di anjurkan sobat jangan bersuara keras maupun membuat keributan karena hal tersebut dapat menggangu ribuan kekelawar yang bergelantungan dilangait –langit goa, jika itu terjadi maka kekelawar itu akan berterbangan tidak tentu arah sehingga dapat membahayakan kita yang ada didalam goa ini. Untuk menelusuri goa ini sobat harus menggunakan alas kaki, karena bebatuan yang licin, berlumut dan tajam. Setelah mencapai ujung goa ini tidak ada jalan alternatif selain tim harus kembali lagi menapaki trek yang telah dilalui tadi.
5 Celoteh Rimba: 2014 Salam Petualang.. Kampret adalah kekelawar kecil, binatang ini bisa kita temui di tempat-tempat gelap yang jauh dari cahaya ...
< >