Minggu, 25 Oktober 2015

Rindu Akan Langit Biru, Pantaskah Kita Menghirup Udara Saat Ini ?


Salam Lestari..
Masih melawan asap, kalimat ini sudah tidak asing lagi kita dengar dan mungkin sobat sering melihatnya di media masa, sosial maupun sepanduk-spanduk sebagai aksi peduli terhadap kesehatan dan aksi perotes terhadap pemerintah dan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang telah menimbulkan kabut asap dan telah menjadi perbincangan serius dari berbagai kalangan.

Di Medan sendiri yang merupakan ibu kota dari provinsi Sumatera Utara dan juga kota dimana saya di lahirkan dan dibesarkan, kini kabut asap yang menyelimuti kota ini dan kota-kota sekitarnya semakin menebal. Tindakan cepat tanggap yang di lakukan Komunitas Pecinta Alam (KPA) Kopasus dalam menangani permasalahan kabut asap yang telah merambah kekota Medan, mereka mencoba mengumpulkan dan bekerjasama dengan komunitas-komunitas lainnya yang berdomisili di Medan dan sekitarnya agar dapat menggerakan hatinya untuk mencegah atau mengatasi permasalahan asap di kota Medan dan sekitarnya.

Dengan mencoba membagi masker-masker secara geratis kepada warga dan pengguna jalan baik itu pengendera maupun pejalan kaki yang melintas. Pembagian masker secara geratis ini dilakukan dibeberapa titik rawan kabut asap di kota Medan dan sekitarnya.

Dengan mengusung sebuah tema "Rindu akan langit biru, Pantaskah kita menghirup udara saat ini ?"
Sebuah kalimat yang penuh makna mendalam dan juga sebagai protes tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab atas pembakaran lahan dan hutan yang kini telah melanda di sejumlah wilayah di Indonesia. "Rindu akan langit biru" kalimat yang menyatakan akan kerinduan akan keindahan alam kita yang mana sering kita lihat dan rasakan, tapi tidak untuk saat ini. Karena kita sekarang tidak mampu lagi melihat indahnya alam sebab kabut asap telah menutupi keindahan tersebut. "Pantaskah kita menghirup udara saat ini?", asap telah membuat kualitas udara mencapai level titik terburuk dalam beberapa bulan terakhir ini, terutama di Sumatra dan Kalimantan. Dari berbagai sumber yang saya peroleh tidak sedikit warga yang dilarikan ke rumah sakit akibat asap ini. Beberapa di antaranya bahkan harus kehilangan nyawa.

Kabut asap yang timbul akibat kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana paling menakutkan bagi kita. Karena dampaknya sangat menyengsarakan, baik dari sisi kesehatan, ekonomi, dan juga pendidikan.

Sebuah aksi positif yang layak kita contoh dan kita suport dari komunitas-komunitas di kota Medan yang tergabung dari berbagai aliansi baik itu komunitas pecinta alam, komunitas penjelajah alam, komunitas motor dan ada juga relawan yang tidak terikat dari sebuah komunitas ikut dalam aksi ini.

Saya ucapkan terimakasih kepada semua sahabat yang ikut tergabung dalam aksi ini : Kopasus, Musafir, Sangkur, SDK Fam's, Gempa Medan, STB, Pegasus, PAS, ARS, TJA, LS Pelangi dan independent yang telah mau mengikut sertakan saya dalam kegiatan sosial ini, disini saya mendapat pelajaran baru untuk dapat peduli terhadap sesama. Sebuah kalimat yang terangkai dari perjalanan bersama kalian :

"Hidup ini tidak sendiri, masih membutuhkan orang lain untuk menjalani hidup."
"Kebersamaan bukan dilihat dari banyaknya jumlah, tapi bagaimana menciptakan kenyamanan dan mimiliki satu tujuan yang sama tanpa mendahulukan ego pribadi."
"Udara kita telah kotor, tapi jangan sampai hati dan jiwa kita ikut kotor."
5 Celoteh Rimba: 2015 Salam Lestari.. Masih melawan asap, kalimat ini sudah tidak asing lagi kita dengar dan mungkin sobat sering melihatnya di media masa, ...

Minggu, 06 September 2015

Quote Celoteh Rimba



Setiap langkahku adalah tantanganku dan inspirasi hidupku.

-------------------------------
Berjalanlah kemana kamu suka
Temukan apa yang ingin kamu temukan
Kembalilah dan ceritakan kepada kami
Pesan tentang indahnya alam ini

--------------------------------
Jika kau bertanya, apa yang aku cari di atas sana?
Aku tak akan mampu menjawabnya, aku merasa senang saja di atas sana.

---------------------------------
Bukan tujuan hidupku bertualang, tapi mensyukuri arti hidup maka aku bertualang.

---------------------------------
Kebersamaan merupakan sumber kekuatan untuk dapat menghadapi berbagai situasi dan melaluinya dengan baik.

---------------------------------
Saat mereka bertanya mengapa harus di alam bebas, Karena aku punya cerita, sahabat, dan keluarga baru.

---------------------------------
Tanpa disadari perjuangan dan kebersamaan ini telah menjadi sebuah kisah, namun yang kita tahu semua itu hanya kesenangan semata.

---------------------------------
Pengalaman yang baik adalah sebuah pengetahuan baru buat diri kita.

---------------------------------
Tidak akan pernah tercipta suatu perubahan, jika tidak adanya suatu kesadaran.

---------------------------------
Suatu konsistensi yang dibutuhkan jika ingin menciptakan perubahan, bukan kata-kata yang penuh kemunafikan.

---------------------------------
Tak akan pernah datang kebahagian, jika tak mampu menghargai kehidupan.

---------------------------------
Jika sebuah mimpi telah menjadi harapan, hanya usaha yang di perlukan.

---------------------------------
5 Celoteh Rimba: 2015 Setiap langkahku adalah tantanganku dan inspirasi hidupku. ------------------------------- Berjalanlah kemana kamu suka Temukan apa ...

Selasa, 25 Agustus 2015

Berkemah (Camping)


Berkemah atau camping adalah kegiatan yang dilakukan di alam bebas dengan menginap di dalam tenda. Kegiatan perkemahan biasanya berkaitan dengan kepramukaan dan pencinta alam. Berkemah bukan hanya sekadar berwisata. Pemandangan alam yang indah dan asri mengajak kita mengenal alam ciptaan Tuhan. Ingat apa kata pepatah ”tak kenal maka tak sayang”. Berkemah akan bertambah rasa cinta pada alam. Dengan demikian, tumbuh keinginan untuk menjaga dan melestarikan alam.

Kegiatan di alam bebas tentunya sangat menyenangkan bagi sebagian orang yang menggemarinya, dan berkemah atau camping bisa menjadi pilihan yang sempurna. Akan tetapi agar kegiatan tersebut berjalan lancar tentunya ada persiapan yang harus di rencanakan secara matang, kita tidak boleh asal pergi tanpa melakukan persiapan terlebih dahulu. Karena dengan begitu kita bisa meminimalisir kejadian-kejadian yang tidak kita inginkan, maksud hati ingin menikmati suasana alam bebas malah nantinya kita mendatangkan masalah yang baru, sehingga mengganggu kegiatan yang sudah kita tunggu-tunggu. Dan tentunya hal tersebut tidak kita inginkan bukan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berkemah :

1. Merencanakan Kemah Secara Matang 

Perencanaan dalam kegiatan perkemahan mencakup hal-hal berikut ini.
•    Waktu pelaksanaan.
•    Menentukan tempat perkemahan.
•    Biaya yang diperlukan.
•    Jumlah peserta kemah.
•    Surat izin kegiatan dari pihak yang berwenang.
•    Pembagian regu.
•    Perlengkapan yang diperlukan.

2. Memilih Lokasi Berkemah

Menentukan lokasi berkemah sangatlah penting, karena kita bisa melakukan persiapan yang tepat, kita bisa mencari tahu terlebih dahulu lokasi yang akan kita datangi dengan mencari informasi lewat media internet atau bertanya kepada orang-orang yang pernah kelokasi. Dengan begitu kita sudah memiliki gambaran tempat yang akan kita tujuh. Lokasi berkemah juga harus mempertimbangkan akses yang ada di sana, seperti bagaimana kondisi lingkungannya, apakah dekat dengan sumber air ataupun perkampungan penduduk.

3. Peralatan dan Perlengkapan Berkemah

Peralatan dan perlengkapan berkemah adalah kebutuhan yang harus dibawa sewaktu akan berkemah. Berbagai peralatan dan perlengkapan harus disiapkan terlebih dulu agar kemahnya berjalan dengan baik. Dalam berkemah harus tahu tujuan, kebutuhan, kondisi dan situasi saat ini. Waktu lama berkemah, dan lokasi tujuan ikut menentukan barang apa saja yang harus dibawa, jadi sebaiknya disesuaikan, tidak semua barang harus dibawa, agar tidak dikira orang akan pindahan rumah. Peralatan dan perlengkapan kemah yang diperlukan, antara lain:
  • Tenda : memilih tenda yang baik sangatlah penting, karena akan melindungi kita dari segala macam cuaca di lokasi berkemah. Lebih baik pilih yang berbahan nylon karena akan memberikan isolasi yang terbaik dari suhu lembab.
  • Alas Tidur : matras dan sleeping bag sangat cocok untuk alas tidur, karena tanah atau rerumputan tempat kita mendirikan tenda akan mengembun atau mengeluarkan uap air, sehingga membuat tenda bagian bawah akan menjadi basah.
  • Pakaian : usahakan membawa pakaian sesuai dengan lokasi perkemahan, untuk perkemahan di cuaca panas, pakaian tipis yang menyerap keringat sangat disarankan. Tetapi pakaian tebal wajib dibawa di lokasi yang berhawa dingin maupun panas, untuk dipakai melindungi badan di malam hari.
  • Peralatan Memasak : Bawa peralatan masak yang praktis misalnya kompor gas kecil yang bisa dilipat praktis (cek isi gas), nasting atau peralatan memasak susun yang terbuat dari aluminium, alat makan plastik, dan korek api.
  • Tas dan Alas kaki : gunakan tas yang sesuai yang bisa memuat seluruh barang dan juga gunakan alas kaki yang nyaman, kuat dan bisa melindungi kaki dari goresan.
  • Jas hujan, Penerangan (senter atau lampu emergency), Tali, dan Peralatan memotong (gunting atau pisau).
  • Peralaatan dan perlengkapan lain yang di perlukan.
Agar bawaan tidak terlalu berat, semua perlengkapan harus ditanggung bersama teman satu kelompok. Ada pembagian tugas yang jelas dan adil terhadap semua anggota kelompok. Hal ini dilakukan supaya tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

4. Logistik
Persiapan logistik merupakan faktor terpenting sebelum berkemah, logistik bisa kita kelompokkan menjadi dua yaitu logistik peralatan dan logistik makanan. Untuk logistik peralatan seperti yang sudah di terangkan di atas. Untuk logistik makanan yang dibawa tentunya berbeda-beda setiap orang, yang pasti untuk diperhatikan jangan sampai kekurangan saat berjalannya kegiatan, oleh karenanya juga harus mempertimbangkan lokasi perkemahan (daerah terpencil, dataran tinggi atau dataran rendah), berapa lama kegiatan berkemah akan dilakukan, cuaca di camp, dan apakah ada sumber air yang dekat (sungai, danau atau keran). Dengan begitu akan membantu untuk merencanakan menu makanan yang dibawa secara tepat.

5. P3K atau Obat-Obatan
Selain barang dan peralatan yang disebutkan di atas, ada satu lagi yang wajib dibawa yaitu obat-obatan, seperti obat pribadi (yang memiliki phobia atau alergi terhadap penyakit-penyakit tertentu), obat anti serangga, dan P3K. 

Sebagai tambahan, simpan makanan dengan baik dan tertutup rapat-rapat karena bisa mengundang hewan yang mungkin tertarik dengan aroma makanan tersebut, juga kalau ingin membuat perapian atau waktu memasak, beri jarak yang cukup dengan tenda kita, jauhkan semua benda yang berpotensi terbakar. Apalagi, saat kondisi musim kemarau, ranting dan dedaunan kering sangat mudah terbakar. Pakailah batu untuk melingkari perapian agar tidak tertiup angin.
 
Dan satu lagi yang sangat penting, bawalah kembali apa yang anda bawa tidak kurang dan tidak lebih. Maksudnya adalah bawa kembali sisa-sisa berkemah, seperti sampah-sampah bungkus makanan dll, bersihkan kembali area tempat berkemah kita seperti semula, juga jangan mengambil, memetik bunga-bunga atau membawa pulang benda-benda di area lokasi agar tetap terjaga vegetasinya. Dengan begitu alam ini akan tetap terjaga kelestariannya dan bisa menjadi tempat referensi yang bisa kita kunjungi kembali.

Kegiatan di Perkemahan
Kita juga mampu membuat atau melakukan kegiatan sewaktu berkemah jika kegiatan itu dilaksanakan beberapa orang. Kegiatan di perkemahan dilakukan untuk dapat mengenal lingkungan alam secara lebih dekat dan lebih baik. Di samping itu, juga untuk menciptakan suasana kekeluargaan dan keakraban di antara para peserta kemah. Kegiatan yang dilakukan untuk menguji wawasan, pengetahuan, maupun keterampilan para peserta kemah. Dengan demikian dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skill) peserta kemah. Kegiatan yang dilakukan di arena perkemahan bermacam-macam. Kegiatan tersebut, antara lain:
•    Mencari jejak.
•    Halang rintang.
•    Lomba memasak antar tenda/regu.
•    Kegiatan olahraga.
•    Api unggun.

Nilai-nilai yang Terkandung dalam Perkemahan 

Kegiatan perkemahan memiliki nilai-nilai positif bagi kita. Nilai-nilai positif tersebut adalah sebagai berikut :
•    Kebersamaan.
•    Kerja sama.
•    Mencintai alam dan sesama manusia.
•    Tanggung jawab.
•    Disiplin.
•    Tenggang rasa.
•    Kemandirian.



Sumber : Dari berbagai sumber
5 Celoteh Rimba: 2015 Berkemah atau camping adalah kegiatan yang dilakukan di alam bebas dengan menginap di dalam tenda. Kegiatan perkemahan biasanya berka...

Minggu, 21 Juni 2015

Ada Beberapa Tujuan Mendaki Gunung




* Tujuan mendaki gunung yang pertama, bisa dibilang tujuan yang paling rendah adalah ”Untuk hobi atau kesenangan pribadi semata”. Para pendaki gunung yang bertujuan untuk hobi ini, biasanya mendaki gunung untuk sekedar rekreasi, mengisi waktu luang atau melepas kepenatan. Orang-orang ini mendaki gunung untuk menikmati pemandangan alam, menghirup udara segar atau berkemah bersama teman-teman. Puncak gunung bukanlah harga mati, karena yang mereka kejar hanyalah kesenangan semata. Jadi meskipun mereka mendaki gunung tidak sampai ke puncak, sebenarnya mereka sudah cukup puas.

** Tingkat kedua, tujuan mendaki gunung “Untuk prestise atau mendapatkan pengakuan”. Para pendaki yang mendaki gunung untuk tujuan seperti ini, yang mereka kejar hanya puncak. Jadi puncak gunung adalah harga mati bagi mereka. Bagaimanapun caranya, puncak harus bisa diraih, karena mereka beranggapan semakin banyak puncak gunung yang dikoleksi,maka prestise akan meningkat pula dan Ia-pun akan mendapat pengakuan dari orang lain (meskipun kenyataannya justru dianggap sombong dan kurang begitu dianggap oleh kebanyakan pendaki).

*** Tingkatan yang lebih tinggi yakni “ Untuk pengalaman dan Ilmu pengetahuan”. Orang-orang yang bertujuan seperti ini tidak hanya “pendaki gunung atau petualang saja”, tetapi bisa juga para ahli yang mendaki gunung untuk keperluan penelitian. Contoh: Seorang ahli “Vulkanologi” harus mendaki gunung untuk meneliti keadaan kawah sebuah gunung, Seorang pendaki yang mendaki gunung untuk keperluan membuat peta, seorang ahli yang mendaki gunung untuk keperluan meneliti jenis-jenis hewan dan tumbuhan di sebuah gunung, seorang petualang yang mendaki gunung untuk membuka jalur pendakian atau mencari lokasi sumber air dsb. Orang-orang yang memiliki tujuan ini, biasanya mengabaikan “Prestise”atau bahkan “nyawanya” sekalipun karena tujuan utama mereka adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam benak mereka. Demi ilmu pengetahuan dan pengalaman baru sehingga bermanfaat untuk dirinya dan juga orang lain.

**** Tingkatan selanjutnya yang lebih tinggi adalah “ Untuk pelestarian alam atau misi penyelamatan”. Biasanya banyak dari kalangan para “Pecinta alam” (Pecinta alam yang sebenarnya),Tim SAR atau polisi hutan. Mereka mendaki gunung untuk kelestarian alam, misalnya reboisasi di lereng gunung, ekspedisi bersih-bersih gunung dari coretan-coretan dan sampah gunung, perbaikan jalur pendakian untuk mencegah adanya jalur-jalur bayangan yang akan menyesatkan pendaki, Tim SAR yang mendaki gunung untuk mencari pendaki yang hilang, para polisi hutan yang mendaki gunung untuk menjaga hutan dari bahaya kebakaran atau memburu para penebang dan pemburu liar.

***** Tingkatan berikutnya yang lebih tinggi lagi adalah “Untuk mengasah pribadi dan menemukan hakekat diri”. Orang-orang yang memiliki tujuan seperti inilah orang yang mampu berguru pada alam. Mereka mendaki gunung untuk menyendiri dan merenung guna mendapatkan kedamaian dan pencerahan dari Tuhan dengan mengakrabi alam. Karena dengan begitu mereka akan tahu bahwa dirinya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan alam apalagi Tuhan. Tujuan mendaki gunung seperti ini tidak hanya bisa dilakukan oleh para pertapa saja, yang biasanya mendaki gunung dan tinggal disana dalam waktu yang cukup lama sampai mendapat ilmu. Namun, sebenarnya para pendaki gunung biasa juga bisa memiliki tujuan seperti ini, kebanyakan para pendaki yang sudah cukup berpengalaman biasanya mendaki gunung untuk tujuan seperti ini. Mereka mendaki gunung bukan lagi untuk hobi atau mengejar prestise, tetapi mereka mendaki karena “panggilan jiwa” yang harus terus dipenuhi. Mereka seolah tak bisa hidup jauh dari gunung. Meskipun telah lama tidak mendaki gunung, namun keinginan untuk mendaki itu pasti akan tetap ada karena sudah menjadi kebutuhan. Mereka meyakini bahwa ada banyak pelajaran yang bisa diperoleh dari mendaki gunung. Dengan mengakrabi alam, maka dengan sendirinya alam akan mengajarkan banyak ilmu kepada kita.

Jadi, jelas bahwa gunung adalah media untuk menempa pribadi manusia sebelum akhirnya mendapatkan ilmu yang berasal dari Tuhan. Ilmu yang tak terbatas dan tidak bisa didapatkan hanya dari sekolah atau kuliah saja.


Dikutip dari blog "Yahya Danin"
5 Celoteh Rimba: 2015 * Tujuan mendaki gunung yang pertama, bisa dibilang tujuan yang paling rendah adalah ”Untuk hobi atau kesenangan pribadi semata”. ...

Sabtu, 23 Mei 2015

7 Hal Yang Harus Anda Lakukan Jika Tersesat di Hutan


Tak jarang kita sering mendengar berita tentang pendaki yang tersesat di gunung. Baik yang bisa ditemukan kembali maupun yang hilang tidak ditemukan sama sekali oleh potensi SAR. Pendaki yang ditemukan pun dengan berbagai macam keadaannya, baik dalam kondisi masih bernyawa maupun dalam kondisi tewas.

Dalam melakukan pendakian gunung, resiko tersesat pasti akan selalu ada bagi pendaki itu sendiri. Maka dari itu seorang pendaki wajib mengetahui tentang pembelajaran untuk meminimalisir dari resiko tersesat ini. Namun sekali lagi untuk diingat bahwa resiko tersesat pasti ada dan jika hal itu sudah terjadi maka perlu kesigapan yang harus anda lakukan agar dapat keluar dan selamat dari bahaya tersesat di gunung tersebut.

Terdapat empat hal mendasar yang harus diingat jika pendaki tersesat, dimana biasa lebih sering disingkat dengan kata STOP yang merupakan singkatan dari Sit, Thinking, Observe dan Planning.

Sit (Duduk)
Kebanyakan pendaki akan mulai panik jika menyadari dirinya tersesat. Dalam kondisi seperti ini keadaan mental akan menurun dan daya pikir pun akan berkurang yang berujung terhadap keputus-asaan. Untuk itu kendalikan diri terlebih dahulu, duduk dan beristirahatlah sejenak. Jika anda tersesat dalam satu kelompok, pastikan tidak ada satu orang pun yang panik karena jika satu orang saja panik maka kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap orang yang lainnya. Salah satu cara untuk menghilangkan keadaan panik seperti ini adalah dengan makan dan minum.

Thinking (Berfikir)
Ketika tersesat, kondisi mental harus tenang dan hindari kepanikkan agar dapat berikir secara jernih dan logis. Berfikir jernih sangat diperlukan untuk menyelamatkan diri anda ataupun tim agar dapat meloloskan diri dari jalur yang salah. Coba ingat kembali jalur yang anda lalui sebelum tersesat dan apa yang menyebabkan anda tersesat. Cari juga petunjuk yang mungkin dapat memprediksi lokasi anda ketika tersesat, baik dengan melihat puncak, bukit, sabana, jenis pepohonan, ataupun petunjuk alam lain. Gunakan pula peralatan navigasi seperti kompas, altimeter dan sebagainya untuk membantu. Dalam berfikir, hindari segala keegoisan dan keapatisan khususnya jika anda berada dalam tim.

Observe (Observasi)
Langkah selanjutnya adalah mengobservasi sekitar baik dari kondisi alam hingga perbekalan yang dimiliki agar dapat menetukan rencana selanjutnya yang harus diambil. Periksa persediaan makanan dan air, perhitungkan cukup untuk bertahan berapa lama dan lakukan penghematan yang tepat. Kondisi tubuh dan tim juga harus dipertimbangkan sebaik mungkin.

Planning (Perencanaan)
Tahap ini harus difikirkan secara matang karena sangat berpengaruh untuk kelanjutannya. Tak hanya perencanaan, tapi juga konsekuensi yang akan dihadapi dengan mengambil suatu langkah, juga harus dipertimbangkan agar tidak terjadi kesalahan yang fatal dan sangat berpengaruh pada keselamatan anda ataupun tim.

Selain keempat hal dasar tersebut, beberapa tips lainnya yang bisa diterapkan saat tersesat di gunung diantaranya adalah :

Niat Untuk Bertahan Hidup
Ketika tersesat, jangan memaksakan diri untuk menemukan jalur yang benar, khususnya ketika hari sudah menjelang gelap. Gunakan waktu malam hari untuk beristirahat dengan mendirikan tenda ataupun bivak.

Terus Naik Menuju Puncak
Gunung memiliki bagian atas yang lebih sempit dibandingkan di bawah. Sehingga bila anda tersesat dan terus naik ke atas, daerah akan semakin sempit sehingga mempermudah pencarian jalur yang benar. Turun ke bawah belum tentu anda akan menemukan desa. Ketika berada di ketinggian, mungkin bisa menemukan dataran yang lebih lapang, sehingga mempermudah orbservasi anda dalam menemukan jalur yang diinginkan. Selain itu semua jalur pendakian akan bertemu di puncak sehingga dapat menemukan jalur yang anda inginkan untuk turun.

Berikan Penanda
Ketika sedang mencari jalur yang benar, jangan sampai anda malah mengambil jalur yang justru memperburuk keadaan. Tinggalkan tanda seperti mengikat tali di pohon atau mematahkan ranting, sehingga jika jalur yang anda ambil tidak menunjukan tanda-tanda yang tepat, anda bisa kembali ke lokasi awal agar tidak tersesat terlalu jauh. Tanda ini juga berguna jika ada tim yang sudah melakukan pencarian terhadap anda.

Mendaki gunung, merupakan kegiatan yang menarik. Namun, memiliki resiko yang mungkin bisa terjadi pada anda seperti halnya tersesat. Untuk itu pengenalan terhadap jalur serta tanda-tanda yang diberikan oleh alam dengan mengumpulkan informasi merupakan persiapan yang diperlukan apabila kejadian seperti tersesat menimpa anda saat melakukan pendakian. Tetap utamakan keselamatan dan selamat mendaki!


Resource : wisatagunung
5 Celoteh Rimba: 2015 Tak jarang kita sering mendengar berita tentang pendaki yang tersesat di gunung. Baik yang bisa ditemukan kembali maupun yang hilang ...

Rabu, 08 April 2015

Mendaki Gunung Dapat Mengasah Pribadi


Sebagaimana kata Ki Hajar Dewantara, bahwa Seni itu sebagai penghalus budi pekerti. Dan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia seni termasuk seni mendaki gunung, artinya mendaki gunung dengan menggunakan akal dan perasaan, dasarnya adalah kesenangan.

Mendaki gunung adalah kegiatan yang didasari karena kesenangan, dan apabila terus menerus ditekuni maka tidak lagi untuk kesenangan melainkan sudah menjadi kebutuhan.

Jika kebutuhan itu terus dipenuhi maka dengan sendirinya akan merubah sikap dan perilakunya. Seharusnya perubahan sikap dan perilaku tersebut adalah lebih baik bukan menjadi lebih buruk.

Melalui kegiatan mendaki gunung, kita akan mampu mengenali pribadi teman yang sebenarnya. Sebab, ketika kita mendaki gunung, beberapa karakter pribadi orang yang sebenarnya akan nampak karena situasi yang sedang dihadapi. Misalnya: Kelelahan, kedinginan, kehabisan bekal makanan atau air, terjebak badai, tersesat, mengalami musibah kecelakaan, ada teman yang sakit, atau bahkan karena gagal sampai ke puncak. Ada yang jujur/tidak jujur, ada yang setia kawan/ tidak setia kawan, ada yang egois/tidak egois, ada yang teliti/ceroboh, ada yang sombong/rendah diri, dll. Karena itu dengan kegiatan mendaki gunung, kita akan bisa lebih mengenal karakter pribadi seseorang yang sebenarnya.

Dengan mendaki gunung, paling tidak kita akan mampu mengetahui bahwa kita hanyalah seperti seekor semut yang merayap lamban di tengah luasnya hutan. Kita hanya mahluk biasa yang tak berdaya jika berada di alam bebas, tidur di tanah, minum air mentah, berlindung dari dinginnya udara, tak berdaya di tengah kabut atau tak berkutik jika tersesat dan kehabisan bekal. Itulah kita, manusia yang sebenarnya, tak berdaya di tengah alam, apalagi untuk melawannya. Lalu apalagi yang kita sombongkan, melawan alam saja tidak berdaya apalagi melawan kekuasaan sang pencipta alam. Demikianlah alam akan mengajarkan kepada kita ilmu tentang “ rendah diri dan tidak sombong”.

Jika ada seorang pendaki merasa sombong karena Ia telah merasa menaklukkan sebuah gunung atau ratusan gunung dengan mendaki sampai puncaknya, sesungguhnya Ia mendaki hanya mendapatkan rasa letih saja tidak lebih. Gunung adalah salah satu guru yang mengajarkan banyak ilmu kepada manusia, bagaimana bisa guru akan mengajarkan ilmunya jika muridnya merasa sombong terlebih dahulu?

Mendaki gunung hanya untuk kesenangan atau hobi itu tidak salah, tetapi alangkah baiknya jika kita mendaki gunung sekaligus belajar pada alam, yakni belajar tentang segala ilmu yang mungkin dapat diajarkan alam kepada kita. Kemudian, apabila kita sudah memiliki ilmunya maka kita bisa mengajarkannya kepada orang lain yang belum tahu. Dengan demikian, kegiatan mendaki gunung kelak akan menjadi sebuah kegiatan yang jauh lebih bermartabat dan lebih dihargai oleh orang lain.



Dikutip dari blog "Yahya Danin"
5 Celoteh Rimba: 2015 Sebagaimana kata Ki Hajar Dewantara, bahwa Seni itu sebagai penghalus budi pekerti. Dan orang-orang yang berkecimpung dalam dunia s...

Jumat, 03 April 2015

Gunung Adalah Sumber Ilmu


Kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa ada banyak sekali ilmu yang sesungguhnya bisa kita petik dari kegiatan mendaki gunung. Ilmu apa sajakah itu?
Berikut ini hanyalah sebagian dari beberapa kelompok ilmu yang bisa diajarkan gunung kepada kita:

1. Ilmu Pengetahuan Alam

Tak dapat dipungkiri, bahwa gunung adalah sumber ilmu pengetahuan. Para peneliti yang gemar meneliti tentang gunung, akhirnya dapat menemukan dan merumuskan beberapa ilmu-ilmu baru yang dapat berguna bagi manusia. Seperti contohnya: Ilmu volcanologi, botani, zoologi, topografi, ilmu batuan, ilmu lapisan tanah, ilmu obat-obatan, arkeologi dsb yang terlalu banyak untuk disebutkan.

Cabang-cabang ilmu pengetahuan tersebut, tentu saja tak begitu saja muncul. Melainkan melalui proses pencarian dan penemuan secara berkala oleh orang-orang yang memang senang sekali menjelajah gunung-gunung, dan kegiatan pencarian itulah yang sebenarnya disebut dengan ekspedisi. Jadi ekspedisi bukan sekedar mendaki puncak-puncak gunung lalu pulang kembali tanpa menghasilkan sesuatu. Jika ada kegiatan ekspedisi yang demikian, bisa disebut hanya sekedar kegiatan melakukan hobi mendaki gunung. Bukan melakukan ekspedisi.

2. Ilmu Sosial

Kegiatan mendaki gunung juga akan berdampak pada bertambahnya wawasan tentang ilmu sosial kita. Sebab, setiap kita mendaki gunung maka kita akan selalu bertemu dan berhubungan dengan orang lain, baik dengan teman sendiri, penduduk desa atau dengan para pendaki yang mungkin kita jumpai. Kita akan belajar bagaimana bergaul, menghormati dan bersikap baik dengan orang lain, karena jika kita tidak mampu beradaptasi dengan baik, maka kita akan merasakan kerugian yang bisa langsung kita rasakan sendiri.

Dengan mendaki gunung, mengajarkan kita untuk bersosialisasi, bekerjasama dan menjalin tali persahabatan. Oleh karena itu, setelah melakukan kegiatan mendaki gunung, biasanya kita akan merasakan tali persahabatan terjalin lebih erat daripada sebelumnya. Sebab, kita sudah melalui hidup bersama mengatasi berbagai kesulitan, tidur bersama, makan bersama, susah bersama, dan senang bersama selama beberapa hari di alam bebas.

Selain itu, kita juga akan banyak belajar tentang masyarakat desa. Sebab ketika kita melalui desa atau dusun terpencil tempat kita melakukan titik awal pendakian, maka secara tak langsung kita akan belajar mengenal tentang kebudayaan masyarakat baru yang kita temui disana. Baik bahasanya, agamanya, sistem sosialnya, mata pencahariannya, ilmu pengetahuannya, keseniannya, atau adat istiadatnya. Meskipun mungkin kita hanya singgah beberapa hari saja di desa mereka, tapi sebenarnya secara tak langsung kita telah mempelajari sedikit tentang masyarakat desa yang kita singgahi. Dengan demikian, jika kita peka terhadap lingkungan masyarakat yang kita temui, maka kita akan mudah bergaul dengan mereka dan begitu juga dengan mereka akan lebih menghormati kedatangan kita.

Oleh karena itu, sangat disayangkan jika kita hanya sekedar melakukan pendakian gunung tanpa memperhatikan lingkungan masyarakat desa yang kita temui. Kita akan kehilangan beberapa ilmu yang sesungguhnya dapat bermanfaat baik bagi kita sendiri ataupun bagi orang lain.

Lebih baik lagi jika kita akan mendaki gunung, sebelumnya juga mempelajari tentang karakter masyarakat di desa tempat kita melakukan titik awal pendakian. Meski terlihat sepele, tetapi sesungguhnya hal ini sangat penting untuk diri kita sendiri. Karena itu jadilah pecinta alam yang gemar menulis rencana dan catatan perjalanan.

3. Ilmu Filsafat

Mendaki gunung akan mendekatkan kita kepada alam, hal ini tentu bukan rahasia lagi. Sama halnya dengan seorang pelaut yang mengatakan bahwa ‘dengan mengarungi lautan kita akan mengenal diri kita dan bisa lebih menghormati alam’. Sebenarnya hampir sama antara pelaut, pendaki gunung, penerbang atau bahkan astronot. Semakin kita menjelajahi alam maka kita justru akan merasa dekat dengan alam, baik sebagai sahabat atau musuh sekalipun. Jika kita merasakan kedekatan dengan alam dan mengenal alam dengan baik, maka dengan sendirinya kita akan tahu siapakah sebenarnya kita ini.

Jika kita sedang berada di tempat yang aman dan nyaman, berada di rumah, gedung atau hotel dengan dikelilingi orang-orang terdekat kita. Mungkin kita akan merasa sebagai manusia yang memang lebih unggul dari makhluk lainnya. Tetapi jika sedang berada di tengah hutan yang gelap, dikelilingi kabut dan udara yang menusuk tulang. Kita akan tahu bahwa kita hanyalah makhluk yang paling lemah. Kita kalah jauh dengan tumbuhan dan hewan yang mampu bertahan hidup di tengah hutan tanpa membawa bekal makanan atau tenda untuk berlindung dari hujan dan dinginnya udara.

Dengan mendaki gunung, kita akan terbiasa merasakan betapa lemahnya diri kita dan betapa dahsyatnya kekuatan sang alam. Apalagi penciptanya?
Apabila kita sampai di puncak-puncak gunung, kita akan melihat pemandangan yang sangat menakjubkan. Di atas kita, ada langit yang seolah begitu dekat dan luas. Di bawah kita, terhampar dataran yang dihuni oleh berjuta-juta manusia dengan berbagai kesibukannya. Dan ternyata kita hanyalah satu diantara berjuta-juta makhluk yang tinggal di bawah sana. Semua tampak seperti debu yang bertebaran di padang yang luas. Apa lagi yang bisa kita sombongkan?

Demikianlah, dengan mendaki gunung kita akan merasakan kedekatan dengan alam yang pada akhirnya akan mengantarkan kita kepada kedekatan diri kita dengan Tuhan. Jadi dengan mendaki gunung, kita akan belajar ilmu agama yang jauh lebih tinggi, yakni ilmu hakikat diri.

Hal-hal demikian ini, sesungguhnya sudah dibuktikan oleh para nabi dan kaum petapa yang gemar sekali mendaki gunung untuk sekedar bertapa dan menyendiri guna mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dengan menyendiri di gunung-gunung selama beberapa hari bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, mereka merasakan kedekatan dengan Tuhannya. Sampai pada akhirnya, mereka dikaruniai beberapa ilmu yang tak semua orang bisa mendapatkannya.
Ilmu hakikat.

“Jika kita mampu mengenali diri sendiri, maka kita akan mengenali Tuhan” (Petikan kalimat dari para kaum hukamah/sufi)

BELAJAR DARI FILOSOFI MENDAKI GUNUNG

Gunung adalah bayang-bayang kehidupan
Puncaknya adalah cita-cita
Lerengnya adalah usaha
Lembahnya adalah iman dan pengetahuan
Hutannya adalah anugerah
Dan kabutnya adalah cobaan
Semakin runcing sebuah gunung
Semakin sulit pula menggapai puncaknya,
tapi butuh waktu yang singkat
SEBALIKNYA
Semakin landai sebuah gunung
Semakin mudah pula menggapai puncaknya,
tapi butuh waktu yang lebih lama
Tapi
Puncak bukanlah tujuan akhir,
karena jalan menurun, telah siap untuk ditapaki
semakin sulit dan menyesatkan
menuju lembah tempat kembali

SAJAK RIMBA

Kami adalah bayang-bayang, yang merayap di tengah jagad rimba
Berdiri di atas tanah, berjalan di atas awan
Berselimut kabut, bersahabat dengan udara yang menusuk raga
Menyerah bukanlah jalan, tetapi mati bukanlah tujuan
Jati diri adalah yang kami cari-cari
Ketika semua orang lelap dalam tidur
Kami ajak alam berdiskusi
Tentang kekuasaan tak terbatas
Alam adalah sahabat, guru dan musuh yang terkejam
Bertualanglah...........................dan ceritakan kepada dunia
Betapa lemahnya engkau dalam pelukan alam
Ceritakanlah..........................ceritakanlah.!
Karena setelah engkau mati, maka mereka yang akan bercerita tentang engkau.
Dan engkau tidak akan hidup sia-sia, hidupmu akan lebih berarti dan abadi.
Demikianlah kami yang hidup di tengah jagad rimba


Dikutip dari blog "Yahya Danin"
5 Celoteh Rimba: 2015 Kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa ada banyak sekali ilmu yang sesungguhnya bisa kita petik dari kegiatan mendaki gunung. Il...

Sabtu, 28 Maret 2015

6 Kelalaian Akan Bisa Berakibat Kematian Bagi Para Pandaki Gunung


Mendaki gunung kini menjadi trend. Banyak orang ramai-ramai ikut merayakan tahun baru di puncak-puncak gunung. Melihat matahari terbit untuk pertama kalinya bersama lautan awan dari puncak-puncak tertinggi.

Sayangnya banyak orang mendaki tanpa persiapan dan kemampuan teknis yang cukup. Mereka yang bukan pendaki gunung melakukannya sekadar untuk hura-hura. Karena tak paham aturan, seenaknya saja mencoreti batu. Mengukir nama-nama mereka di pohon serta tidak membawa turun sampah pembungkus makanan dan minumannya dan berakibat semakin banyaknya sampah di gunung.

Mendaki gunung masuk kategori olahraga berbahaya. Tapi para pendaki (terutama pendaki pemula) memasabodohkan bahaya. Demi memasang foto-foto di media sosial (narsis dikit donk). Mereka  pergi ke gunung Tanpa persiapan, asal-asalan dan seringkali sembrono (Tiap Pendaki gunung memang ada mekanisme dan Standart Pendakiannya loch).

Meninggalnya "Shizuko Rizmadhani" (15.th) di Gunung Gede-Pangrango dan "Endang Hidayat" (53.th) di Gunung Semeru dan masih banyak lagi, suatu bukti bahwa taruhan mendaki gunung adalah Nyawa.

Berikut kebodohan para Pendaki yang sering membuat mereka celaka dan meninggal di gunung. Semoga kita bisa mengerti dan sadar, kalau naik gunung jauh lebih bahaya dari pada pergi ke mall (naik gunung bukan untuk senang-senang).

1. SOK JAGOAN.

Sikap sok jagoan ini nyaris selalu menjadi penyebab utama musibah pada pendaki pemula. Dengan alasan mencari tantangan, para pendaki pemula ini mencari jalur di luar jalur resmi (walaupun masih banyak gunung di Indonesia yang memang perlu dan harus untuk buka jalur  sendiri).

Parahnya, seringkali mereka melakukannya tanpa kemampuan Navigasi yang baik. Jangankan GPS dan peta topografi, sekadar Kompas pun tak bawa (malah bawa radio mini compo). Lalu apa yang bisa diandalkan..?

Maka petualangan mereka pun biasanya berakhir di dasar jurang, meninggal kedinginan di lembah atau ditandu Tim SAR ke rumah sakit.

Membuka jalur baru juga berarti merusak konservasi. Mengganggu kehidupan liar, habitat dan ekosistem. Para pendaki berpengalaman tak akan melakukannya selain untuk kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan (kecuali dalam keadaan mendesak dan darurat).

2. BURUKNYA MANAJEMEN LOGISTIK.

Salah satu masalah pendaki pemula adalah buruknya manajemen logistik. Dalam pikiran mereka, mendaki gunung identik dengan mie instan saja (apa pengaruh film 5cm).

Hal ini salah besar. Mendaki gunung adalah kegiatan berat. Butuh kalori hingga 4.000 kkal per-hari. Bayangkan dengan aktivitas sehari-hari yang rata-rata hanya membutuhkan 2.000 kkal per-hari (karena seluruh fungsi di tubuh kita bergerak sesuai fungsi nya).

Kebutuhan kalori yang besar ini di dapat dari daging-dagingan berlemak, coklat dan karbohidrat. Tentu bukan hanya mie instan yang sulit dicerna tubuh dan menyerap air dalam tubuh (kalau kebanyakanpun perut bisa mules dan mencret-mencret loch).

Seringkali para pemula mendapati nasi yang ditanak tak matang sempurna (Sisaras : nasi terasa beras). Maka kombinasi makanan kita Sisaras, mie instan dan ikan asin. Karena tak nikmat, napsu makan pun berkurang. Padahal tubuh butuh banyak masukan/asupan makanan untuk tenaga dan menjaga suhu serta stamina agar tetap hangat.

Dalam kondisi lemas dan lapar inilah sering terjadi kecelakaan. Kurangnya konsentrasi, mual, pusing, nafas tidak teratur, dan dapat berakibat pingsan hingga kematian.

3. BURUKNYA PENGEPAKAN BARANG/PACKING.

Packing atau mengepak barang dalam ransel adalah seni khusus yang harus dikuasai oleh para pendaki gunung. Seluruh barang bawaan harus masuk ke dalam ransel. Karena medan sulit, tak boleh ada yang tergantung di luar ransel selain botol air minum. Kenapa hayoo..?, sebab Tangan kita harus bebas dan leluasa karena memegang walking stick/stick pole/trekking pole. Atau pun bebas nya Tangan kita agar bisa berpegangan meniti akar-akar pohon/dahan pohon jika dibutuhkan (jangan radio dan tape recorder yang digantung dan di pegang).

Maka lihatlah para pendaki pemula. Dengan panci, pengorengan, lampu badai, sepatu, digantung ke ransel. Tangan sambil menenteng sleeping bag, menenteng tenda/terpal, menenteng jaket dan menenteng radio mini compo (ini mau mendaki gunung apa mau konser musik).

Apa lagi Ransel mereka tak dilapisi lagi dengan cover bag/rain cover. Pakaian di dalam ransel tak dilapis plastik.

Jika hujan, semua pakaian, jaket dan sleeping bag basah. Padahal sangat penting menjaga pakaian ganti tetap kering. Apabila Tidur dengan keadaan basah bisa mengakibatkan hipotermia. Inilah penyebab paling utama kematian seorang pendaki gunung. Suhu tubuh turun karena kedinginan.

4. PERGI DALAM ROMBONGAN BESAR.

Sizuko Rizmadhani berangkat bersama rekan-rekan Sispala di sekolahnya. Jumlahnya 27 orang. Jumlah yang sangat besar untuk pendakian gunung.

Kemungkinan orang tua akan mudah memberikan izin jika anak nya pergi dalam rombongan besar. Orang tua merasa anaknya lebih aman karena teman-teman nya banyak yang ikut serta dan banyak yang menjaga.

Padahal belum tentu aman juga. Rombongan besar justru akan bisa merepotkan. Kenapa., karena akan Makin sulit membagi logistik/makanan/minuman dan mengatur manajemen perjalanannya.

Bayangkan butuh berapa kompor lapangan/kompor masak untuk memberi makan 27 orang itu..? Lalu pembagian perlengkapan..? Pembagian logistik..?? Pembagian P3K/PPGD..? Siapa Ketua Pelaksana nya..? Apakah dia benar-benar bisa dan mampu untuk mengatur ke 27 orang itu..?

Dan Masalah yang akan dan sering muncul adalah banyaknya konflik. Keinginan anggota yang beraneka ragam dan sikap "intoleransi" (kurang peka dan kurang perduli nya sesama teman team). Lihatlah kasus Shizuko, kemana saja teman-temannya yang banyak itu..?

Pendakian ideal, bisa beranggotakan 4 orang sampai 6 orang pendaki. Pilihlah satu orang untuk memimpin pendakian (Ketua Pelaksana atau Ketua Pendakian). Dan Ketua Pelaksana/Pendakian Bukan karena Usia/umur nya yang Tua, dia dipilih sebagai Ketua karena memang memiliki watak yang bagus, bisa diandalkan dan leadership/mempunyai jiwa kepemimpinan yang bagus (kalau umurnya sudah tua itu mah hanya bonus..hhhheee..).

5. HIPOTERMIA DIKIRA KESURUPAN.

Pendaki pemula mendaki tanpa ilmu. Berbekal semangat dan tanpa perlengkapan memadai mereka nekat mendaki gunung.

Karena tidak tahu ilmu P3K, maka sering terjadi salah kaprah. Pada penderita hipotermia, korban akan menggigil dan kehilangan kesadaran. Lalu mulai bicara melantur/seperti mengigau.

Karena bicaranya/nyerocos tak karuan dan sukar diajak komunikasi, teman-temannya menyangka si korban kesurupan/kemasuka jin. Mereka malah membacakan doa untuk mengusir jin/setan. Inilah yang mungkin terjadi pada Shizuko.

Seharusnya, segera lakukan pertolongan. Ganti pakaiannya dengan pakaian kering. Masukkan dalam sleeping bag, alangkah bagusnya yang sudah dihangatkan terlebih dahulu. Taruh juga beberapa botol air panas di dalam sleeping bag itu. Jaga kondisi lingkungan tetap hangat.

Jika sudah membaik beri makanan dan minuman hangat sedikit demi sedikit. Hindari memberi kopi atau minuman keras (sangat berbahaya very-very dangerous..).

Jangan pernah anggap enteng mengepak barang/packing. Ini yang sering dimasabodohkan oleh pendaki pemula (asal masuk saja yang penting semuanya bisa masuk di ransel).

6. SAYA SI CEPAT.

Ciri khas pendaki pemula, apalagi yang masih berusia muda adalah selalu bergerak dengan cepat. Mereka selalu tergesa-gesa, menjadikan naik gunung seolah lomba lari ke puncak. Malu menjadi yang paling belakang, karena sering dianggap sebagai yang terlemah (gunungnya gak akan pergi koq).

Karena itu biasanya waktu tempuh ke puncak lebih singkat. Baru akan merasakan nya setelah perjalanan turun gunung, aneka masalah datang : Kehabisan tenaga, pandangan mata guram, nafas tidak teratur, mual, kepala pening, cidera otot/keseleo hingga kecelakaan terjerembab jatuh dan yang ditakutkan ialah kehilangan arah/salah jalur/nyasar menjadi ancaman paling berbahaya.

Idealnya, ada seorang 'Sweeper' yang berjalan paling belakang. Biasanya orang ini yang paling kuat mental dan phisik serta bisa diandalkan. Tugasnya menyapu seluruh anggota tim. Memastikan tak ada yang keteteran atau tertinggal di belakang (team sweeper mental dan phisiknya harus Oke jangan orang yang penakut apalagi dia takut gelap).

Namun dalam rombongan pendaki pemula, tak ada yang mau menerima tugas ini. Jadi sweeper dianggap Hina (ini pemikiran yang koplak dan salah). Mau menjadi yang paling pertama sampai di Puncak dan yang pertama turun sampai ke Kaki gunung/desa terakhir menjadi tujuan utamanya (cape dech sambil tepok jidat dan inilah yang salah).

".Saya si cepat..... Tanpa sadar Kutinggalkan sahabat di team Ku yang kelelahan dan sakit serat hampir mati di gunung."

Alhasil Semoga tulisan Jelek ini bermanfaat untuk saya, sahabat dan saudara petualang di Indonesia.....

*Jangan Buang Sampah Di Gunung - Gunung Bukan Tempat Sampah.....

**Dan jangan pernah sekali - kali mencoba Menantang Alam..... Baiknya Bersahabat dengan Alam.....

Salam Lestari.....



Sumber : Aris Aquaristo di Pecinta Alam "Indonesia"
5 Celoteh Rimba: 2015 Mendaki gunung kini menjadi trend. Banyak orang ramai-ramai ikut merayakan tahun baru di puncak-puncak gunung. Melihat matahari terbit...

Sabtu, 21 Februari 2015

Sumber Air dan Cara Mendapatkannya di Alam Bebas


Air adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam kondisi apapun. Dalam kegiatan di alam bebas, air sangatlah diperlukan. Sebagian besar gunung, tidak menyediakan sumber air ketika sampai di puncak gunung. Membawa air dari kaki gunung untuk perbekalan di puncak akan sangat merepotkan dan menambah beban barang bawaan ketika mendaki.

Manusia dewasa mampu bertahan selama tiga minggu tanpa makanan, akan tetapi hanya bertahan tiga hari tanpa air. Setiap harinya, tubuh kita akan kehilangan air antara 2 sampai 4 liter. Dalam kegiatan di alam bebas, janga menunggu hingga persediaan ari habis, lalu mencarinya. Alangkah baiknya jika terus menambah persediaan air bersih untuk minum dan keperluan lain di alam bebas. Kegiatan di alam bebas akan membuat kita bernafas lebih cepat dan kberkeringat lebih banyak, dengan keadaan seperti itu maka suhu tubuh akan meningkat dan cairan yang ada dalam tubuh akan berkurang lebih cepat.

Membawa perbekalan air yang banyak dari kaki gunung, tentu akan sangat merepotkan. Air yang dibawa dalam jumlah yang banyak akan menambah beban yang membuat mendakian terasa lebih berat dan membuat pendakian terasa tidak nyaman dan mudah lelah.

Terdapat cara-cara yang mudah untuk mendapatkan air di alam bebas. Dengan menggunaka cara ini dengan benar, persediaan air dapat terisi tanpa harus membawa air dalam jumlah yang banyak.

Sumber air dari tumbuhan

Hampir semua tumbuhan menyimpan cadangan air. Berikut adalah cara untuk mendapatkan air dari tumbuhan :

1. Ujung Ranting Pohon

Setiap ujung ranting atau kuncup pohon akan menyimpan air. Cara untuk mendpaatkan air yang disimpannya adalah dengan membungkus ujung ranting pohon tersebut dengan plastik. Air yang terkumpul akan menetes ke dalam plastik. Namun air yang didapat harus disaring dari kotoran dan serangga yang menempel pada daun.

2. Rongga Bambu

Pohon bambu memiliki rongga-rongga yang biasanya menyimpan air. Cara mendapatkannya adalah dengan memotong rongga pohon bambu secara diagonal.

3. Daun dan Bunga

Kuncup bunga terompet atau kuncup daun pakis, biasaya akan menyimpan air yang diperoleh dari embun atau air hujan.

Penyulingan Panas Matahari atau Udara Dingin
 
Sumber air lain yang bisa kita manfaatkan adalah sumber air yang berasal dari uap panas dari dalam tanah atau uap dingin dari dalam tanah. Cara untuk mendpaatkan air melalui teknik penyulingan ini adalah dengan melakukan beberapa tahapan. Tahap pertama, galilah lubang dengan diameter sekitar 50 cm dengan kedalaman sekitar 30 cm. Kemudian letakan wadah sebagai penampung air di tengah-tengah lubang tersebut. Tutuplah lubang dengan plastik, buatlah sekeliling lubang tersebut tertutup serapat mungkin. Letakan batu di tengah-tengah plastik agar uap yag keluar dari tanah akan menetes ke dalam wadah penampung air.

Cahaya matahari yang panas akan meningkatkan suhu tanah dan plastik akan menangkap uap air yang keluar dari dalam tanah. Begitupun pada malam yang dingin, uap dingin akan keluar dari dalam tanah dan ditangkap oleh plastik penutup.

Memanfaatkan proses kondensasi

Pohon dapat melakukan proses penyerapan air pada batang dan akan terjadi proses kondensasi pada daun. Proses ini dapat kita manfaatkan untuk memperoleh sumber air. Caranya adalah dengan membungkus pohon atau semak dengan plastik dan menutup bagian atasnya dengan rapat. Proses kondensasi yang terjadi pada daun akan mengeluarkan uap yang mengandap pada plastik dan berubah menjadi air.

Air adalah kebutuhan dasar dan paling utama bagi setiap manusia. Terlebih lagi bagi mereka yang terbiasa dan hobi melakukan kegiatan di alam terbuka yang menguras cairan dari tubuh. Janga biarkan persediaan air anda habis, namun usahakan untuk selalu mengisi persediaan air sebelum habis.


Resource : wisatagunung
5 Celoteh Rimba: 2015 Air adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dalam kondisi apapun. Dalam kegiatan di alam bebas, air sangatlah diperlukan. Sebagian...

Selasa, 27 Januari 2015

Pentingnya Perencanaan Kegiatan Alam Bebas


Kegiatan Alam Terbuka adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di lokasi yang masih alami baik berupa hutan, pegunungan, pantai, gua, dll. Kegiatan di alam terbuka saat ini banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif wisata, kegiatan pendidikan dan bahkan penelitian. Dan untuk masa sekarang kegiatan di alam terbuka lebih sering di lakukan oleh organisasi-organisasi yang menamakan dirinya sebagai Pecinta dan Penjelajah Alam. Namun dalam pelaksanaanya, kegiatan ini ternyata memiliki resiko yang cukup tinggi. Kegiatan Alam Terbuka justru sangat rentan terjadinya kecelakaan karena memang kegiatan ini dilaksanakan ditempat yang masih alami seperti kondisi perbukitan terjal, jurang, aliran sungai yang deras, dan kondisi alam lainnya yang berpotensi menimbulkan bahaya. Banyak kejadian kecelakaan dalam kegiatan di alam terbuka yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan maupun keterampilan yang dimiliki oleh para penggiatnya. Sesungguhnya hal ini dapat dihindarkan dengan memberikan pembekalan pengetahuan dan keterampilan sehingga para penggiat kegiatan alam terbuka mempunyai kemampuan yang memadai.

Collin Mortlock, seorang pakar pendidikan alam terbuka, mengkategorikan kemampuan yang diperlukan oleh para penggiat kegiatan alam terbuka sebagai berikut :
  1. Kemampuan Teknis (technical skills), yang berhubungan dengan ritme dan keseimbangan gerakan serta efisiensi penggunaan perlengkapan.
  2. Kemampuan Kebugaran (fitness skills), mencakup kebugaran spesifik yang dibutuhkan untuk kegiatan tertentu, kebugaran jantung dan sirkulasinya, serta kemampuan pengkondisian tubuh terhadap tekanan lingkungan alam.
  3. Kemampuan Kemanusiawian (human skills), yaitu pengembangan sikap positif ke segala aspek untuk meningkatkan kemampuan. Hal ini mencakup determinasi (kemauan), kepercayaan diri, kesabaran, konsentrasi, analisa diri, kemandirian, serta kemampuan untuk memimpin dan dipimpin.
  4. Kemampuan Pemahaman Lingkungan (environment skills), yaitu pengembangan kewaspadaan terhadap bahaya dari lingkungan yang spesifik.
Keempat kemampuan tersebut tidaklah mudah untuk dikuasai dengan baik, namun perlu diingat bahwa penguasaan kemampuan tersebut sangat diperlukan dalam kegiatan alam terbuka.

Dalam merencanakan dan melakukan perjalanan, tentunya harus dilakukan persiapan yang baik, sehingga kegiatan dapat dilakukan dengan aman dan nyaman, sehingga dapat kembali dengan selamat. Setiap penggiat juga harus membekali diri dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mengatasi kesulitan yang mungkin saja muncul, seperti kecelakaan, sakit, atau tersesat.

Tahapan perencanaan perjalanan adalah sebagai berikut :
  1. Kita harus dibekali dengan kemampuan untuk memilih, mengatur, serta menggunakan perlengkapan dan perbekalan ; kemampuan teknis menggunakan alat bantu perjalanan, seperti peta dan kompas ; kemampuan berkemah (camp craft) seperti membuat bivak dan api. Penguasaan keterampilan ini akan membantu kita mengatur teknik berjalan di gunung hutan, menebas dengan efektif, maupun mengatur konsumsi makan dan minum.
  2. Diperlukan kemampuan fisik yang baik, sehingga selain diperlukan kondisi tubuh yang sehat, juga diperlukan latihan fisik yang sesuai dengan kegiatan yang akan dilakukan. Misalnya untuk pendakian gunung, latihan fisik naik turun bukit dapat dilakukan dalam persiapan perjalanan, selain itu juga latihan mengangkat beban (ransel).
  3. Diperlukan mental yang siap untuk menghadapi kegiatan berat di alam. Hal ini tidak dapat diajarkan oleh pelatih, namun harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri. Penguasaan yang baik pada tiga ketrampilan lainnya akan sangat membantu.
  4. Diperlukan pemahaman yang baik terhadap kondisi alam yang akan dihadapi dan mencakup bagaimana memilih waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan dan bagaimana cara mengantisipasi kesulitan yang mungkin terjadi.

Keselamatan (Safety)
Faktor keselamatan (safety) harus dijadikan kerangka berfikir dalam berkegiatan di alam terbuka. Untuk keadaan berbahaya, dapat dilakukan penggolongan faktor penyebabnya, yaitu bahaya subyektif dan bahaya obyektif.

Bahaya subyektif adalah potensi bahaya yang berada dibawah kendali manusia yang melakukan kegiatan. Contohnya, pemilihan alat yang salah, cara penggunaan peralatan yang tidak dikuasai dengan baik dan lain-lain. Bahaya obyektif adalah bahaya yang berada di luar kendali manusia, misalnya badai, banjir, panas, dan lain-lain. Semakin subyektif suatu bahaya maka akan semakin dapat diperkirakan terjadinya dan dapat dihindarkan. Sebaliknya, semakin obyektif suatu bahaya maka akan semakin sulit diperkirakan dan sulit dihindarkan.

Faktor Perencanaan Perjalanan
Faktor yang dapat dijadikan acuan dalam perjalanan adalah sebagai berikut :
  1. Faktor Alam, mencakup pemahaman mengenai lokasi tujuan, medan yang akan dihadapi, iklim daerah yang dituju, dan hal-hal berkaitan dengan lingkungan. Pengantisipasiannya adalah dengan melakukan studi literatur yang baik, analisa, informasi dari pemerintah setempat, dan lain-lain.
  2. Faktor Peserta, mencakup pemilihan personil, kepemimpinan (leadership), hierarki,deskripsi kerja, dan tanggung jawab peserta perjalanan, serta kemampuan dari setiap peserta perjalanan.
  3. Faktor Penyelenggara, mencakup permasalahan faktor teknis dan faktor non-teknis. Pada perjalanan yang besar (ekspedisi), ada faktor semi-teknis. Faktor
Teknis adalah daya upaya operasi yang berhubungan langsung dengan tingkat kesulitan medan. Faktor Non-teknis adalah permasalahan daya dukung operasi yang tidak berhubungan langsung dengan tingkat kesulitan medan. Faktor Semi-teknis untuk ekspedisi besar dan kompleks adalah permasalahan daya dukung operasi yang berhubungan langsung dengan tingkat kesulitan medan, namun bersifat non-teknis (komunikasi, base-camp team, advance-team, take in& out team, rescue team, delivery team) faktor ini berada daiantara faktor teknis dan non-teknis.

Tabel Jadwal Kegiatan
Rencana yang baik akan membagi kegiatan menjadi sejumlah tahapan yang mengacu pada waktu yang tersedia dan cakupan pekerjaan. Tabel skedul membantu kita berpikir logis tentang tahapan kegiatan. Biasanya untuk kegiatan-kegiatan besar, perlu disusun tabel, namun untuk perjalanan-perjalanan yang biasa dilakukan dan tidak terlalu rumit, tahapan ini otomatis akan kita lakukan.

Etika Perjalanan
Dalam perjalanan ke alam terbuka, kita akan melalui daerah serta lokasi di mana terdapat adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan penduduk setempat yang terkadang terasa aneh oleh kita yang tidak terbiasa, tergantung bagaimana kita menyikapai adat tersebut, apakah akan diterima atau ditolak, namun hal-hal seperti itu dapat dijadikan informasi awal untuk mendapatkan gambaran sekilas mengenai daerah tersebut. Selain itu, ketika melakukan perjalanan di suatu daerah, sebaiknya melapor kepada aparat setempat yang berwenang.


PERSIAPAN PERBEKALAN DAN PERLENGKAPAN
Keberhasilan suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perncanaan perlengkapan dan perbekalan yang tepat. Dalam merencanakannya, beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
  • Mengenal jenis medan yang akan dihadapi (misal : hutan, rawa, tebing, dll)
  • Menentukan tujuan perjalanan (misal : penjelajahan, pelatihan, penelitian, kemanusiaan/SAR, dll)
  • Mengetahui lamanya perjalanan
  • Mengetahui keterbatasan kemampuan fisik untuk membawa
  • Memperhatikan hal-hal khusus (misal : P3K atau obat-obatan tertentu, dsb)
Setelah mengetahui hal-hal tersebut, kita dapat memilih perlengkapan dan perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi bebannya tidak melebihi kemampuan membawanya. Perhitungan beban total untuk perorangan sebaiknya tidak melebihi sepertiga berat badan (15-20kg).

Dari kegiatan penjelajahan, kita mengenal beberapa jenis perjalanan yang disesuaikan dengan medannya, yaitu :
  • Pendakian gunung
  • Perjalanan menempuh hutan rimba
  • Penyusuran pantai, sungai atau rawa
  • Penyusuran gua
  • Pelayaran
  • Perjalanan ilmiah
  • Perjalanan kemanusiaan
Dari tiap kegiatan tersebut, kita mengelompokkan perlengkapan yang dibawa sebagai berikut :
  1. Perlengkapan dasar, meliputi : perlengkapan untuk pergerakan, ; perlengkapan untuk memasak, makan, minum ; perlengkapan untuk Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) ; perlengkapan pribadi
  2. Perlengkapan Khusus, meliputi : perlengapan penelitian (misal: kamera, buku, dan alat-alat khusus lainnya) ; perlengkapan penyusuran sungai (misal : perahu, dayung, pelampung, dll) ; perlengkapan pendakian tebing (misal : tali, carabiner, chock, piton, dsb)
  3. Perlengkapan tambahan perlengkapan ini dapat dibawa atau tidak, misal : semir, kelambu, gaiter, dll

MANAJEMEN RESIKO
Ketika merencanakan atau melaksanakan kegiatan alam bebas, sangat penting untuk mempertimbangkan segala kebtuhan, teknik pelaksanaan dan rekomendasi teknik pelaksanaan. Hal ini akan membuat penggiat alam bebas bisa melaksanakan kegiatan dengan profesional dan aman. Juga harus dipastikan bahwa kegiatan itu dilaksanakan dengan standar umum yang berlaku untuk kegiatan tersebut atau dalam istilah indusrialnya disebut industrial best practice, dimana teknik ini telah terbukti handal dan aman secara luas.

Hal –  hal yang harus dilakukan untuk menerapkan manajamen resiko alam terbuka:

1. Membuat perencanaan
Kegiatan alam bebas memerlukan perencanaan yang matang untuk mencegah insiden serta respon yang harus dilakukan bila insiden benar – benar terjadi.  Dokumen – dokumen mengenai rencana kegiatan, teknis pelaksanan dan manajemen resiko bisa dipakai untuk  panduan dan bahan pelatihan. Untuk menyiapkan hal tersebut harus telaten dan rajin, karena semua hal menyangkut kegiatan serta pelaksanan tindakan darurat harus tertulis.

Dalam manajemen resiko, semua penggiat alam yang akan terlibat harus ikut tentang manajemen resiko. Semua perencanaan darurat harus tertulis dan harus diimplementasikan. Rencana yang harus disusun antara lain;

a. Rencana manajemen resiko
Rencana manajemen resiko dibuat adalah untuk mengidentifikasi sumber bahaya yang mungkin timbul pada kegiatan yang akan dilaksanakan dan langkah yang diambil. Manajemen resiko harus mengidentifikasi semua sumber bahaya yang ada di lapangan dengan jelas (lingkungan, alat, manusia) dan dampak terhadap bisnis bila insiden tersebut terjadi.

Setelah diidentifikasi, harus dibuat strategi untuk menghindari insiden yang ditimbulkan resiko dan membuat ceklist.
      1. Sumber bahaya di lapangan – contohnya berupa;
  • Lingkungan yang ekstrim
  • Longsor
  • Gelap
  • Terbakar matahari
  • Sengatan lebah
  • Angin
  • Kerusakan mekanik
  • Kendaran lain yang ugal – ugalan
  • Kondisi tali pengaman

     2. Sumber bahaya karena kelalaian manusia, dibagi dalam sudat pandang individual, kelompok dan pemimpin – contohnya berupa; 


Individual (peserta)
Pemimpin
Kelompok
Tidak sadar akan kondisi bahaya

Tidak memiliki skill menghindari bahaya

Pembangkang


Bertindak kurang bertanggung jawab

Bersikap sok jagoan


Lemah/stamina kurang


Takut
Tidak punya pengetahuan yang cukup

Kesalahan dalam menilai resiko

Skill mengelola kelompok yang kurang

Manajemen yang kurang efektif

Kesadaran akan keselamatan kerja yang lemah

Latar belakang budaya, cara menilai orang

Tidak bisa bekerja sama


Gesekan antar anggota


Kompetisi internal yang berlebihan

Adanya tekanan untuk berprestasi

Sikap yang kurang peduli akan keselamatan

Adanya blok/geng dalam kelompok

 

      3. Sumber bahaya terhadap bisnis – contohnya berupa; 
  • Ijin penggunaan lahan dicabut/tidak diberikan lagi
  • Persepsi negatif di masyarakat terhadapa kegiatan
  • Pembatalan program
  • Penalti karena insiden
  • Pembatasan kegiatan/black list
  • Staf yang mengundurkan diri
b. Rencana perjalanan
Rencana perjalanan yang tertulis dan terpetakan membuat penggiat mampu untuk mengartikulasikan perjalanan sesuai dengan rute yang akan dilalui. Rencana perjalanan merupakan manajemen resiko yang lebih spesifik. Identifikasi sumber bahaya sesuai dengan rute yang dilalui dan tindakan pencegahan yang dilakukan.  Para penggiat harus paham dengan rencana perjalanan yang harus mereka lakukan dan memastikan bahwa rencana tersebet terdokumentasi dengan baik. Dokumen – dokumen perjalanan terdahulu bisa digunakan sebagai panduan bila akan melakukan kegiatan/perjalanan yang sama.

c. Rencana tanggap darurat
Rencana perjalanan dibuat sesuai dengan suatu kegiatan yang dilakukan dalam suatu program. Rencana ini dibuat untuk sebagi panduan bertindak dalam jangka pendek bila terjadi insiden. Semua penggiat harus paham dengan rencana tanggap darurat.

d.  Membuat SOP
SOP untuk penggiat berupa arahan tertulis mengenai program yang telah direncanakan. Berisi mengenai penjelasan tentang tingkat kecelakaan, bagaimana mengelolanya dan sampai batas kondisi seperti apa (jumlah kerugian,tingkat cedera dll) hingga bisa membuat keputusan.

e. Review keselamatan
Dalam review keselamatan, mengumpulkan data melalui interview, survey lapangan  dan mempelajari laporan untuk menilai standar dan manajemen keselamatan yang dilakukan. Hasil review ini berupa rekomendasi – rekomendasi. Hal yang dibahas dalam review ini meliputi;
  • Screening
  • Pengetahuan akan keselamatan dari penggiat
  • Kualifikasi penggiat
  • Sistem pengelolaan resiko
  • Program kegiatan
  • Prosedur tindakan darurat
  • Logistik dan fasilitas
  • Peralatan
  • Kesesuaian program dengan para penggiat
Review keselamatan bukanlah pengadilan terhadap sebuah program. Review ini memiliki keuntungan jangka pendek dan jangka panjang terhadap sebuah program. Review ini bisa menjadi sebuah ajang pelatihan keselamatan berkegiatan, karena forum ini merupakan forum diskusi dan saling membagi pengalaman dalam melaksanakan suatu kegiatan alam bebas. Kebijakan mengenai keselamatan dalam kegiatan alam bebas lebih banyak dilakukan berdasarkan pengalaman – pengalaman pelaksana kegiatan tersebut. Dengan review tersebut, bisa diperoleh prespektif lebih luas tentang keselamatan suatu kegiatan, sehingga kebijakan yang diterapkan lebih merupakan pengembangan dari pola – pola yang telah ada.

f. SAR
Dalam pelaksanaan kegiatan alam bebas, SAR memerankan titik sentral dalam manajemen resiko. Pengetahuan akan lokasi dan posisi tim SAR serta bagiamana menghubungi mereka dalam kondisi darurat akan menentukan kondisi insiden selanjutnya. Keberadaan tim SAR juga akan meningkatkan kondisi psikologis penggiat bahwa mereka berkegiatan dalam kondisi aman.

2. Menerbitkan standart minimum keselamatan dalam operasional
Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan harus memiliki standar operasional minimum. Hal ini merupakan standar minimum kebutuhan yang harus dipenuhi dan dilaksanakan sehingga kegiatan tersebut layak untuk dilakukan.

Proses – proses dalam tahap ini adalah :
      1. Mengidentifikasi tentang hukum dan peraturan yang terlibat dalam kegiatan :
  • Hukum yang berlaku terkait penggunaan peralatan – penggunaan kendaraan i.e trike, mengemudi truk
  • Ijin penggunaan lahan kegiatan – ijin ini bisanya dikeluarkan oleh pemilik lahan yang dipakai kegiatan, termasuk area yang bisa digunakan dan area yang terlarang
  • Peraturan lokal terkait dengan pengamanan personel – peraturan tentang kesehatan personel, tindakan yang mungkin melanggar aturan lokal

      2. Mengidentifikasi dan melaksanakan teknik pelaksanaan yang sesuai untuk tiap aktifitas.
  • Panduan – bisa menggunakan dari berbagai sumber
  • Standar nasional pelaksanaan suatu kegiatan – misal untuk untuk kegiatan selam dengan melihat dokumen POSSI, paralayang melihat dokumen PLGI
      3. Menentukan standar minimum manajemen resiko, cek dengan pertanyaan :
  • Filosofi kegiatannya apa?
  • Pasar kegiatannya siapa?
  • Apa outcome kegiatannya?
  • Skill dan pengetahuan pesertanya tentang kegiatan yang akan dilaksanakan?
  • Institusi yang terlibat?
  • Level kegiatan yang mungkin bisa untuk dilaksanakan dengan kondisi yang ada?

3.  Penerapan Manajemen Resiko
Semua hal diatas adalah dokumen tentang keselamatan serta sistem manajemen, implementasi dilapangan menjadi panggung demonstrasi ketrampilan penggiat. Mereka bertanggung jawab akan terlaksananya sistem keselamatan ini di lapangan.

Beberapa hal yang harus diaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan adalah;

a. Briefing tentang resiko dan keselamatan (safety talks)
Beberapa insiden yang terjadi dalam kegiatan alam bebas diakibatkan oleh kegagalan menyampaikan resiko insiden yang bisa terjadi, sumber bahaya yang menyertai kegiatan tersebut, perlengkapan yang digunakan serta apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan.  Untuk menghindari pembicaraan yang panjang, buatlah catatan, safety talk haruslah singkat dan mengandung informasi sebanyak mungkin. Safety talk lebih baik dilaksanakan secara berkala

Sumber :
- Ganalakimiaunpad
- Ditrakurniawan
5 Celoteh Rimba: 2015 Kegiatan Alam Terbuka adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di lokasi yang masih alami baik berupa hutan, pegunungan, pantai, gua, d...
< >