Minggu, 25 Oktober 2015

Rindu Akan Langit Biru, Pantaskah Kita Menghirup Udara Saat Ini ?


Salam Lestari..
Masih melawan asap, kalimat ini sudah tidak asing lagi kita dengar dan mungkin sobat sering melihatnya di media masa, sosial maupun sepanduk-spanduk sebagai aksi peduli terhadap kesehatan dan aksi perotes terhadap pemerintah dan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang telah menimbulkan kabut asap dan telah menjadi perbincangan serius dari berbagai kalangan.

Di Medan sendiri yang merupakan ibu kota dari provinsi Sumatera Utara dan juga kota dimana saya di lahirkan dan dibesarkan, kini kabut asap yang menyelimuti kota ini dan kota-kota sekitarnya semakin menebal. Tindakan cepat tanggap yang di lakukan Komunitas Pecinta Alam (KPA) Kopasus dalam menangani permasalahan kabut asap yang telah merambah kekota Medan, mereka mencoba mengumpulkan dan bekerjasama dengan komunitas-komunitas lainnya yang berdomisili di Medan dan sekitarnya agar dapat menggerakan hatinya untuk mencegah atau mengatasi permasalahan asap di kota Medan dan sekitarnya.

Dengan mencoba membagi masker-masker secara geratis kepada warga dan pengguna jalan baik itu pengendera maupun pejalan kaki yang melintas. Pembagian masker secara geratis ini dilakukan dibeberapa titik rawan kabut asap di kota Medan dan sekitarnya.

Dengan mengusung sebuah tema "Rindu akan langit biru, Pantaskah kita menghirup udara saat ini ?"
Sebuah kalimat yang penuh makna mendalam dan juga sebagai protes tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab atas pembakaran lahan dan hutan yang kini telah melanda di sejumlah wilayah di Indonesia. "Rindu akan langit biru" kalimat yang menyatakan akan kerinduan akan keindahan alam kita yang mana sering kita lihat dan rasakan, tapi tidak untuk saat ini. Karena kita sekarang tidak mampu lagi melihat indahnya alam sebab kabut asap telah menutupi keindahan tersebut. "Pantaskah kita menghirup udara saat ini?", asap telah membuat kualitas udara mencapai level titik terburuk dalam beberapa bulan terakhir ini, terutama di Sumatra dan Kalimantan. Dari berbagai sumber yang saya peroleh tidak sedikit warga yang dilarikan ke rumah sakit akibat asap ini. Beberapa di antaranya bahkan harus kehilangan nyawa.

Kabut asap yang timbul akibat kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana paling menakutkan bagi kita. Karena dampaknya sangat menyengsarakan, baik dari sisi kesehatan, ekonomi, dan juga pendidikan.

Sebuah aksi positif yang layak kita contoh dan kita suport dari komunitas-komunitas di kota Medan yang tergabung dari berbagai aliansi baik itu komunitas pecinta alam, komunitas penjelajah alam, komunitas motor dan ada juga relawan yang tidak terikat dari sebuah komunitas ikut dalam aksi ini.

Saya ucapkan terimakasih kepada semua sahabat yang ikut tergabung dalam aksi ini : Kopasus, Musafir, Sangkur, SDK Fam's, Gempa Medan, STB, Pegasus, PAS, ARS, TJA, LS Pelangi dan independent yang telah mau mengikut sertakan saya dalam kegiatan sosial ini, disini saya mendapat pelajaran baru untuk dapat peduli terhadap sesama. Sebuah kalimat yang terangkai dari perjalanan bersama kalian :

"Hidup ini tidak sendiri, masih membutuhkan orang lain untuk menjalani hidup."
"Kebersamaan bukan dilihat dari banyaknya jumlah, tapi bagaimana menciptakan kenyamanan dan mimiliki satu tujuan yang sama tanpa mendahulukan ego pribadi."
"Udara kita telah kotor, tapi jangan sampai hati dan jiwa kita ikut kotor."
5 Celoteh Rimba: Oktober 2015 Salam Lestari.. Masih melawan asap, kalimat ini sudah tidak asing lagi kita dengar dan mungkin sobat sering melihatnya di media masa, ...
< >