Kebanyakan orang tidak mengetahui
bahwa ada banyak sekali ilmu yang sesungguhnya bisa kita petik dari
kegiatan mendaki gunung. Ilmu apa sajakah itu?
Berikut ini hanyalah sebagian dari beberapa kelompok ilmu yang bisa diajarkan gunung kepada kita:
1. Ilmu Pengetahuan Alam
Tak
dapat dipungkiri, bahwa gunung adalah sumber ilmu pengetahuan. Para
peneliti yang gemar meneliti tentang gunung, akhirnya dapat menemukan
dan merumuskan beberapa ilmu-ilmu baru yang dapat berguna bagi manusia.
Seperti contohnya: Ilmu volcanologi, botani, zoologi, topografi, ilmu
batuan, ilmu lapisan tanah, ilmu obat-obatan, arkeologi dsb yang
terlalu banyak untuk disebutkan.
Cabang-cabang ilmu pengetahuan
tersebut, tentu saja tak begitu saja muncul. Melainkan melalui proses
pencarian dan penemuan secara berkala oleh orang-orang yang memang
senang sekali menjelajah gunung-gunung, dan kegiatan pencarian itulah
yang sebenarnya disebut dengan ekspedisi. Jadi ekspedisi bukan sekedar
mendaki puncak-puncak gunung lalu pulang kembali tanpa menghasilkan
sesuatu. Jika ada kegiatan ekspedisi yang demikian, bisa disebut hanya
sekedar kegiatan melakukan hobi mendaki gunung. Bukan melakukan
ekspedisi.
2. Ilmu Sosial
Kegiatan mendaki
gunung juga akan berdampak pada bertambahnya wawasan tentang ilmu
sosial kita. Sebab, setiap kita mendaki gunung maka kita akan selalu
bertemu dan berhubungan dengan orang lain, baik dengan teman sendiri,
penduduk desa atau dengan para pendaki yang mungkin kita jumpai. Kita
akan belajar bagaimana bergaul, menghormati dan bersikap baik dengan
orang lain, karena jika kita tidak mampu beradaptasi dengan baik, maka
kita akan merasakan kerugian yang bisa langsung kita rasakan sendiri.
Dengan
mendaki gunung, mengajarkan kita untuk bersosialisasi, bekerjasama
dan menjalin tali persahabatan. Oleh karena itu, setelah melakukan
kegiatan mendaki gunung, biasanya kita akan merasakan tali
persahabatan terjalin lebih erat daripada sebelumnya. Sebab, kita sudah
melalui hidup bersama mengatasi berbagai kesulitan, tidur bersama,
makan bersama, susah bersama, dan senang bersama selama beberapa hari
di alam bebas.
Selain itu, kita juga akan banyak belajar
tentang masyarakat desa. Sebab ketika kita melalui desa atau dusun
terpencil tempat kita melakukan titik awal pendakian, maka secara tak
langsung kita akan belajar mengenal tentang kebudayaan masyarakat baru
yang kita temui disana. Baik bahasanya, agamanya, sistem sosialnya,
mata pencahariannya, ilmu pengetahuannya, keseniannya, atau adat
istiadatnya. Meskipun mungkin kita hanya singgah beberapa hari saja di
desa mereka, tapi sebenarnya secara tak langsung kita telah
mempelajari sedikit tentang masyarakat desa yang kita singgahi. Dengan
demikian, jika kita peka terhadap lingkungan masyarakat yang kita
temui, maka kita akan mudah bergaul dengan mereka dan begitu juga
dengan mereka akan lebih menghormati kedatangan kita.
Oleh
karena itu, sangat disayangkan jika kita hanya sekedar melakukan
pendakian gunung tanpa memperhatikan lingkungan masyarakat desa yang
kita temui. Kita akan kehilangan beberapa ilmu yang sesungguhnya dapat
bermanfaat baik bagi kita sendiri ataupun bagi orang lain.
Lebih
baik lagi jika kita akan mendaki gunung, sebelumnya juga mempelajari
tentang karakter masyarakat di desa tempat kita melakukan titik awal
pendakian. Meski terlihat sepele, tetapi sesungguhnya hal ini sangat
penting untuk diri kita sendiri. Karena itu jadilah pecinta alam yang
gemar menulis rencana dan catatan perjalanan.
3. Ilmu Filsafat
Mendaki
gunung akan mendekatkan kita kepada alam, hal ini tentu bukan rahasia
lagi. Sama halnya dengan seorang pelaut yang mengatakan bahwa ‘dengan
mengarungi lautan kita akan mengenal diri kita dan bisa lebih
menghormati alam’. Sebenarnya hampir sama antara pelaut, pendaki gunung,
penerbang atau bahkan astronot. Semakin kita menjelajahi alam maka
kita justru akan merasa dekat dengan alam, baik sebagai sahabat atau
musuh sekalipun. Jika kita merasakan kedekatan dengan alam dan mengenal
alam dengan baik, maka dengan sendirinya kita akan tahu siapakah
sebenarnya kita ini.
Jika kita sedang berada di tempat yang aman
dan nyaman, berada di rumah, gedung atau hotel dengan dikelilingi
orang-orang terdekat kita. Mungkin kita akan merasa sebagai manusia
yang memang lebih unggul dari makhluk lainnya. Tetapi jika sedang
berada di tengah hutan yang gelap, dikelilingi kabut dan udara yang
menusuk tulang. Kita akan tahu bahwa kita hanyalah makhluk yang paling
lemah. Kita kalah jauh dengan tumbuhan dan hewan yang mampu bertahan
hidup di tengah hutan tanpa membawa bekal makanan atau tenda untuk
berlindung dari hujan dan dinginnya udara.
Dengan
mendaki gunung, kita akan terbiasa merasakan betapa lemahnya diri kita
dan betapa dahsyatnya kekuatan sang alam. Apalagi penciptanya?
Apabila
kita sampai di puncak-puncak gunung, kita akan melihat pemandangan
yang sangat menakjubkan. Di atas kita, ada langit yang seolah begitu
dekat dan luas. Di bawah kita, terhampar dataran yang dihuni oleh
berjuta-juta manusia dengan berbagai kesibukannya. Dan ternyata kita
hanyalah satu diantara berjuta-juta makhluk yang tinggal di bawah
sana. Semua tampak seperti debu yang bertebaran di padang yang luas.
Apa lagi yang bisa kita sombongkan?
Demikianlah, dengan
mendaki gunung kita akan merasakan kedekatan dengan alam yang pada
akhirnya akan mengantarkan kita kepada kedekatan diri kita dengan
Tuhan. Jadi dengan mendaki gunung, kita akan belajar ilmu agama yang
jauh lebih tinggi, yakni ilmu hakikat diri.
Hal-hal demikian ini,
sesungguhnya sudah dibuktikan oleh para nabi dan kaum petapa yang
gemar sekali mendaki gunung untuk sekedar bertapa dan menyendiri guna
mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dengan menyendiri di
gunung-gunung selama beberapa hari bahkan sampai berbulan-bulan atau
bertahun-tahun, mereka merasakan kedekatan dengan Tuhannya. Sampai pada
akhirnya, mereka dikaruniai beberapa ilmu yang tak semua orang bisa
mendapatkannya.
Ilmu hakikat.
“Jika kita mampu mengenali diri sendiri, maka kita akan mengenali Tuhan” (Petikan kalimat dari para kaum hukamah/sufi)
BELAJAR DARI FILOSOFI MENDAKI GUNUNG
Gunung adalah bayang-bayang kehidupan
Puncaknya adalah cita-cita
Lerengnya adalah usaha
Lembahnya adalah iman dan pengetahuan
Hutannya adalah anugerah
Dan kabutnya adalah cobaan
Semakin runcing sebuah gunung
Semakin sulit pula menggapai puncaknya,
tapi butuh waktu yang singkat
SEBALIKNYA
Semakin landai sebuah gunung
Semakin mudah pula menggapai puncaknya,
tapi butuh waktu yang lebih lama
Tapi
Puncak bukanlah tujuan akhir,
karena jalan menurun, telah siap untuk ditapaki
semakin sulit dan menyesatkan
menuju lembah tempat kembali
SAJAK RIMBA
Kami adalah bayang-bayang, yang merayap di tengah jagad rimba
Berdiri di atas tanah, berjalan di atas awan
Berselimut kabut, bersahabat dengan udara yang menusuk raga
Menyerah bukanlah jalan, tetapi mati bukanlah tujuan
Jati diri adalah yang kami cari-cari
Ketika semua orang lelap dalam tidur
Kami ajak alam berdiskusi
Tentang kekuasaan tak terbatas
Alam adalah sahabat, guru dan musuh yang terkejam
Bertualanglah...........................dan ceritakan kepada dunia
Betapa lemahnya engkau dalam pelukan alam
Ceritakanlah..........................ceritakanlah.!
Karena setelah engkau mati, maka mereka yang akan bercerita tentang engkau.
Dan engkau tidak akan hidup sia-sia, hidupmu akan lebih berarti dan abadi.
Demikianlah kami yang hidup di tengah jagad rimba
Dikutip dari blog "Yahya Danin"