Selasa, 26 Maret 2013

Bukit Lawang menjadi tujuan wiatasa andalan di TNGL



Salam petualang..
Kini saya akan coba berceloteh mengenai TNGL (Taman Nasional Gunung Lauser) khususnya Bukit lawang yang telah menjadi icon wisata kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Indonesia yang kini telah bangkit lagi setelah melalui peristiwa pahit di masa silam.

Bukit Lawang merupakan tempat wisata di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara yang terletak 68 km sebelah barat laut Kota Binjai dan sekitar 80 km di sebelah barat laut kota Medan. Bukit Lawang termasuk dalam lingkup Taman Nasional Gunung Leuser yang merupakan daerah konservasi terhadap mawas orangutan.

Wisata alam Bukit Lawang menjadi tujuan wisata andalan di Leuser dikarenakan memiliki daya tarik satwa langka Orangutan Sumatra semi liar dan panorama hutan hujan tropis. Bukit Lawang atau lebih dikenal sebagai pusat pengamatan Orangutan Sumatra memiliki luas 200 ha, berada di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara. Dulunya Bukit Lawang merupakan pusat rehabilitasi Orangutan jinak untuk dilepasliarkan kembali ke alam.

Sejarah keberadaan Pusat Rehabilitasi Orangutan di Bukit Lawang berawal dari program yang dijalankan oleh WWF dan Frankfurd Zoological Society pada tahun 1973.

Tercatat sejak tahun 1972 hingga 2001, Bukit Lawang merupakan tempat rehabilitasi Orangutan. Dalam kurun waktu ini, 229 Orangutan bekas peliharaan yang disita dari perdagangan satwa sudah direhabilitasi di lokasi ini. Bukit Lawang hingga kini diakui sebagai pintu gerbang terbaik untuk menikmati keindahan Taman Nasional Gunung Leuser yang mempesona. Walaupun bukan lagi sebagai tempat rehabilitasi dan pelepasliaran Orangutan, hutan di sekitar kawasan Bukit Lawang masih menyisakan peluang untuk dilakukannya aktivitas wisata dan pengamatan Orangutan Sumatra dan juga spesies tumbuhan dan satwa lainnya.

Jika kita kilas balik pada tahun 2003 silam, kita tentu masih ingat dengan bencana banjir bandang di Bohorok, tepatnya di Bukit Lawang, sebuah desa yang berada di tepian Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatra Utara. Bagi orang awam, bencana itu merupakan bencana yang dahsyat, yang memporakporandakan perkampungan dan menelan korban yang tak sedikit. Ketika banjir bandang menerjang kawasan wisata ini, hampir sebagian besar alam di sekitarnya rusak. Badan sungai pun melebar karena sebagian pepohonan berusia ratusan tahun yang ada di tepian sungai rubuh dihantam air bah, ratusan korban jiwa tewas, dan rumah-rumah hanyut.

Setelah lima tahun bencana banjir bandang, wisata Bukit Lawang di Bahorok kembali menggeliat. Kunjungan wisata lokal dan wisata mancanegara beranjak normal. Aktifitas wisata air dan alam yang menjadi sajian utama, Bukit Lawang masih menarik untuk dikunjungi walaupun sudah banyak perubahan yang terjadi akibat bencana banjir bandang teresebut. Bencana yang melanda 2 Nopember 2003 itu mengubah semua kehidupan masyarakat di Bukit Lawang khususnya dan Bohorok pada umumnya. Namun kini, Bukit Lawang hampir 90 persen pulih.

Panorama alam yang indah dengan sungai yang jernih serta keberadaan Orangutan Sumatra menjadi daya tarik utama bagi para pengunjung. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan berupa melihat satwa langka Orangutan Sumatra di feeding site, mengarungi jeram sungai Bohorok dengan ban (tubbing) dan rubber boat, menikmati keindahan air terjun, menjalajah gua kampret, menyegarkan badan dengan mandi di sungai yang jernih, berkemah di areal camping ground, berpetualang dan menyingkap rahasia hutan hujan tropis sumatera, mengamati atraksi satwa, menyaksikan atraksi budaya masyarakat yang beragam dan menikmati kuliner khas lokal.

Indahnya deretan Bukit Barisan yang menaungi dimana kawasan Taman Nasional Gunung Leuser berada rerimbunan hutan lebat dengan beragam koleksi vegetasi dan keunikan satwa satwanya, sedikit keindahan itu dapat kamu temui di desa bukit lawang, desa ekowisata yang menawarkan ragam kegiatan wisata menarik.
5 Celoteh Rimba: Maret 2013 Salam petualang.. Kini saya akan coba berceloteh mengenai TNGL (Taman Nasional Gunung Lauser) khususnya Bukit lawang yang tela...

Rabu, 20 Maret 2013

Pemandian Alam, Bendungan Irigasi Namu Sira-Sira


Sekitar 18 km dari Binjai atau 30 menit berkendara roda empat, kita akan menemukan sebuah tempat wisata asri. Ia dinamakan Pemandian Alam Pangkal Namu Sira-Sira, terletak di Desa Blinteng dan Durian Lingga, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Pemandiaan alam ini sebenarnya adalah Bendungan Irigasi Namu Sira-Sira, yang dibangun untuk mengairi sawah petani, air yang jernih dan bersih serta pesona alam yang indah membuat bendungan irigasi itu menjadi salah satu objek wisata yang ramai dikunjungi pada hari libur.

Namu Sira Sira, menyajikan kesegaran dan kesejukan udaranya. Walaupun kawasan ini merupakan proyek bendungan irigasi yang mampu mengairi 1,7 juta hektar lahan sawah, tapi lokasi ini cukup indah untuk dikunjungi. Karena, selain memiliki derasnya arus air sungai di bendungan irigasi, namun juga memiliki keindahan panorama alam yang masih asri.

Selain melihat pemandangan bendungan irigasi namu Sira-Sira, sobat juga bebas memanjakan diri di hulu sungai yang dangkal berbatu. Menikmati derasnya arus Sungai Bingai yang membelah Kecamatan tersebut. Yang tidak kalah penting, sobat juga bisa menikmati kesejukan air sungai, bagi sobat yang gemar berolah raga rafting (arung jeram) juga bisa menguji adrenalin di tempat tersebut.


Sobat tahu tidak mengapa di tempat tersebut dibangun Bendungan Irigasi? saya akan coba membawa Sobat kembali kebelakang. pada masa lalu, siapa yang bisa menduga warga Kecamatan Sei Bingai bisa memiliki irigasi yang mutifungsi seperti Bendungan Namu Sira-Sira. Dimasa itu, sistem cocok tanam belum serempak. Warga menanam padi suka-suka sesuai selera masing-masing. Akibatnya, kerap terjadi selisih paham antarwarga karena memperebutkan aliran Sungai Bingai untuk mengairi sawah mereka.

Kondisi tersebut berubah saat Presiden Soeharto melakukan pertemuan dengan warga di Pasar IV Namu Terasi tepat pada hari Ulang Tahun ABRI, 5 Oktober 1986. Mendengar masukan warga, Pak Harto pun mengeluarkan kebijakan untuk merehabilitasi irigasi Namu Sira-Sira dan membangun bendungan.

Kini warga bisa merasakan banyak manfaat dari keberadaan Bendungan tersebut. Selain bisa memperoleh air untuk sawah mereka, warga pun bisa menabur benih ikan di sepanjang saluran irigasi. Setiap satu pintu air mewakili satu kelompok karena di sepanjang saluran irigasi ini terdapat beberapa pintu air. Pada waktu yang disepakati, warga memanen ikan bersama-sama. Setiap anggota kelompok akan mendapatkan hasil panen sesuai kontribusi masing-masing. Kegiatan panen bersama ini bahkan menjadi tradisi yang mengundang wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara. Singkatnya, Bendungan telah menjadi sentra ekonomi yang meningkatkan taraf hidup warga sekitar khususnya dan Kabupaten Langkat umumnya.
5 Celoteh Rimba: Maret 2013 Sekitar 18 km dari Binjai atau 30 menit berkendara roda empat, kita akan menemukan sebuah tempat wisata asri. Ia dinamakan Pemandia...

Rabu, 06 Maret 2013

Pagoda Emas Replika dari Pagoda Shwedagon Myanmar


Buat apa jauh-jauh ke luar negeri kalau bisa mendapatkannya di negeri sendiri? Buat apa memperkaya devisa Negara lain kalau bisa memperkenalkan wisata negara kita ke khalayak internasional? Mungkin Sobat tahu apa itu pagoda? Pagoda merupakan bangunan kuil dengan atap bertingkat-tingkat, bangunan ini sangat populer di negara Thailand dan Myanmar. Tahukah sobat, ternyata selain kedua negara tersebut, Indonesia juga mempunyai bangunan seperti itu. Bangunan yang megah dengan warna keemasan yang orang sering menyebutnya Pagoda Emas, Pagoda Emas ini termasuk dalam kawasan wisata Taman Alam Lumbini. Berkunjung ke taman ini Sobat akan serasa berada di Thailand atau Myanmar.

Taman Alam Lubini terletak di Desa Tongkoh, Kecamatan Dolatrayat, Kabupaten Karo, terdapat sebuah atraksi wisata yang membuat Sobat tidak merasa di Indonesia. Destinasi wisata ini adalah Taman Alam Lumbini. Letaknya 50 km dari Medan, memakan waktu sekitar ±2 jam perjalanan dengan berkendaraan sepeda motor, sangat dekat dengan tujuan wisata lainnya yaitu Brastagi.

Lantas apa yang istimewa dari Taman Alam Lumbini ini sehingga banyak wisatawan, khususnya lokal yang datang berkunjung ? Jika sobat berkunjung ke Taman Alam Lubini, sobat  dapat menyaksikan kemegahan bangunan pagoda emas yang merupakan replika dari Pagoda Shwedagon Myanmar. Sepanjang jalan dari pintu masuk menuju lokasi taman ini Sobat akan dihidangkan dengan bebagai macam tanaman, di kiri kanan jalan terdapat kebun-kebun yang ditanami sayur dan tanaman-tanaman khas daerah dataran tinggi seperti alpukat, kubis, dan stroberi. Jika Sobat ingin menikamati hasil kebun tersebut, Sobat dapat memperolehnya dengan mengeluarkan biaya sesuai harga yang ditentukan, tapi keunikannya Sobat dapat memetik sendiri, serasa memanen dikebun sendiri.

Sejak resmi dibuka untuk umum pada Oktober 2010, cukup banyak wisatawan lokal yang berkunjung ke taman seluas 3 (tiga) hektar itu, guna melihat secara langsung bangunan replika Pagoda Shwedagon yang merupakan replika tertinggi kedua di antara replika sejenis yang berada di Birma. Banyak wisatawan non-Buddhis yang berasal dari berbagai daerah datang ke lokasi yang berjarak sekitar 8 (delapan ) km dari kota Brastagi tersebut, untuk sekedar berfoto-foto, sedangkan pengunjung yang penganut Buddha memanfaatkan waktunya sekalian untuk melakukan sembahyang.

Objek wisata tersebut menjadi tempat favorit para photographer, karena keindahan arsitektur Pagoda, memberikan nuansa tersendiri, seolah-olah sedang berada di luar negeri. Bahkan, replika dimaksud pernah dicatatkan hingga mendapat rekor MURI untuk kategori stupa tertinggi di Indonesia, serta termasuk sebagai replika tertinggi nomor dua di Asia Tenggara.                                     .                             

Dalam Pagoda tersebut terdapat empat rupang Buddha berukuran sedang pada bagian tengah yang menghadap ke empat sisi ruangan, dan pada bagian tengahnya dijadikan sebagai arena bagi pengunjung yang hendak bersembahyang. Ketika Sobat memasuki pagoda, sebelah kiri bangunan utama Pagoda, terdapat sebuah menara yang tinggi dibawahnya terdapat hiasan sulur berupa gelang-gelang emas sepanjang 1,5 meter dan dipuncak Pagoda terdapat puluhan lonceng sebagai penghias yang akan berdentang jika tertiup angin. Tepat di tengah-tengah ruangan terdapat 4 patung Buddha yang diletakkan di empat arah mata angin dan menghadap ke pintu. Jika patung Buddha yang di Myanmar bertatahkan permata, sedangkan patung Buddha di Lumbini terbuat dari batu marmer. Dalam pagoda itu tersimpan sebanyak 2.958 rupang Buddha, 30 rupang Arahat dan 108 relik suci serta hampir seluruhnya dibawa langsung dari Myanmar, termasuk puncak pagoda setinggi 46,8 meter di atas stupa.

Tidak hanya itu saja, di taman ini Sobat juga dapat menikmati taman yang tersaji disamping bangunan pagoda tersebut, tidak jauh dari lokasi bangunan Sobat akan temukan sebuah jembatan gantung sebagai infrastruktur penyebarangan yang dipadukan dengan puluhan lentera yang bergelantungan. Jembatan gantung sepanjang 20 meter ini dikenal dengan nama Titi Lumbini. Di bawahnya terdapat taman yang indah yang ditata dengan apik dan menarik, sebagai harmonisasi dari suasana hutan alam di sekelilingnya. Udara yang sejuk juga akan selalu mengiringi setiap kaki melangkah.

Untuk memasuki Taman Alam Lubini Sobat tidak perlu mengeluarkan biaya apapun. Namun ada aturan yang harus dipatuhi jika masuk ke dalam pagoda, yakni mengisi buku tamu, melepas sepatu atau sendal, Tidak boleh memotret dengan handphone di dalam pagoda dan tidak boleh makan dan minum di dalam areal pagoda.
5 Celoteh Rimba: Maret 2013 Buat apa jauh-jauh ke luar negeri kalau bisa mendapatkannya di negeri sendiri? Buat apa memperkaya devisa Negara lain kalau bisa memperk...
< >