Sabtu, 28 Maret 2015

6 Kelalaian Akan Bisa Berakibat Kematian Bagi Para Pandaki Gunung


Mendaki gunung kini menjadi trend. Banyak orang ramai-ramai ikut merayakan tahun baru di puncak-puncak gunung. Melihat matahari terbit untuk pertama kalinya bersama lautan awan dari puncak-puncak tertinggi.

Sayangnya banyak orang mendaki tanpa persiapan dan kemampuan teknis yang cukup. Mereka yang bukan pendaki gunung melakukannya sekadar untuk hura-hura. Karena tak paham aturan, seenaknya saja mencoreti batu. Mengukir nama-nama mereka di pohon serta tidak membawa turun sampah pembungkus makanan dan minumannya dan berakibat semakin banyaknya sampah di gunung.

Mendaki gunung masuk kategori olahraga berbahaya. Tapi para pendaki (terutama pendaki pemula) memasabodohkan bahaya. Demi memasang foto-foto di media sosial (narsis dikit donk). Mereka  pergi ke gunung Tanpa persiapan, asal-asalan dan seringkali sembrono (Tiap Pendaki gunung memang ada mekanisme dan Standart Pendakiannya loch).

Meninggalnya "Shizuko Rizmadhani" (15.th) di Gunung Gede-Pangrango dan "Endang Hidayat" (53.th) di Gunung Semeru dan masih banyak lagi, suatu bukti bahwa taruhan mendaki gunung adalah Nyawa.

Berikut kebodohan para Pendaki yang sering membuat mereka celaka dan meninggal di gunung. Semoga kita bisa mengerti dan sadar, kalau naik gunung jauh lebih bahaya dari pada pergi ke mall (naik gunung bukan untuk senang-senang).

1. SOK JAGOAN.

Sikap sok jagoan ini nyaris selalu menjadi penyebab utama musibah pada pendaki pemula. Dengan alasan mencari tantangan, para pendaki pemula ini mencari jalur di luar jalur resmi (walaupun masih banyak gunung di Indonesia yang memang perlu dan harus untuk buka jalur  sendiri).

Parahnya, seringkali mereka melakukannya tanpa kemampuan Navigasi yang baik. Jangankan GPS dan peta topografi, sekadar Kompas pun tak bawa (malah bawa radio mini compo). Lalu apa yang bisa diandalkan..?

Maka petualangan mereka pun biasanya berakhir di dasar jurang, meninggal kedinginan di lembah atau ditandu Tim SAR ke rumah sakit.

Membuka jalur baru juga berarti merusak konservasi. Mengganggu kehidupan liar, habitat dan ekosistem. Para pendaki berpengalaman tak akan melakukannya selain untuk kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan (kecuali dalam keadaan mendesak dan darurat).

2. BURUKNYA MANAJEMEN LOGISTIK.

Salah satu masalah pendaki pemula adalah buruknya manajemen logistik. Dalam pikiran mereka, mendaki gunung identik dengan mie instan saja (apa pengaruh film 5cm).

Hal ini salah besar. Mendaki gunung adalah kegiatan berat. Butuh kalori hingga 4.000 kkal per-hari. Bayangkan dengan aktivitas sehari-hari yang rata-rata hanya membutuhkan 2.000 kkal per-hari (karena seluruh fungsi di tubuh kita bergerak sesuai fungsi nya).

Kebutuhan kalori yang besar ini di dapat dari daging-dagingan berlemak, coklat dan karbohidrat. Tentu bukan hanya mie instan yang sulit dicerna tubuh dan menyerap air dalam tubuh (kalau kebanyakanpun perut bisa mules dan mencret-mencret loch).

Seringkali para pemula mendapati nasi yang ditanak tak matang sempurna (Sisaras : nasi terasa beras). Maka kombinasi makanan kita Sisaras, mie instan dan ikan asin. Karena tak nikmat, napsu makan pun berkurang. Padahal tubuh butuh banyak masukan/asupan makanan untuk tenaga dan menjaga suhu serta stamina agar tetap hangat.

Dalam kondisi lemas dan lapar inilah sering terjadi kecelakaan. Kurangnya konsentrasi, mual, pusing, nafas tidak teratur, dan dapat berakibat pingsan hingga kematian.

3. BURUKNYA PENGEPAKAN BARANG/PACKING.

Packing atau mengepak barang dalam ransel adalah seni khusus yang harus dikuasai oleh para pendaki gunung. Seluruh barang bawaan harus masuk ke dalam ransel. Karena medan sulit, tak boleh ada yang tergantung di luar ransel selain botol air minum. Kenapa hayoo..?, sebab Tangan kita harus bebas dan leluasa karena memegang walking stick/stick pole/trekking pole. Atau pun bebas nya Tangan kita agar bisa berpegangan meniti akar-akar pohon/dahan pohon jika dibutuhkan (jangan radio dan tape recorder yang digantung dan di pegang).

Maka lihatlah para pendaki pemula. Dengan panci, pengorengan, lampu badai, sepatu, digantung ke ransel. Tangan sambil menenteng sleeping bag, menenteng tenda/terpal, menenteng jaket dan menenteng radio mini compo (ini mau mendaki gunung apa mau konser musik).

Apa lagi Ransel mereka tak dilapisi lagi dengan cover bag/rain cover. Pakaian di dalam ransel tak dilapis plastik.

Jika hujan, semua pakaian, jaket dan sleeping bag basah. Padahal sangat penting menjaga pakaian ganti tetap kering. Apabila Tidur dengan keadaan basah bisa mengakibatkan hipotermia. Inilah penyebab paling utama kematian seorang pendaki gunung. Suhu tubuh turun karena kedinginan.

4. PERGI DALAM ROMBONGAN BESAR.

Sizuko Rizmadhani berangkat bersama rekan-rekan Sispala di sekolahnya. Jumlahnya 27 orang. Jumlah yang sangat besar untuk pendakian gunung.

Kemungkinan orang tua akan mudah memberikan izin jika anak nya pergi dalam rombongan besar. Orang tua merasa anaknya lebih aman karena teman-teman nya banyak yang ikut serta dan banyak yang menjaga.

Padahal belum tentu aman juga. Rombongan besar justru akan bisa merepotkan. Kenapa., karena akan Makin sulit membagi logistik/makanan/minuman dan mengatur manajemen perjalanannya.

Bayangkan butuh berapa kompor lapangan/kompor masak untuk memberi makan 27 orang itu..? Lalu pembagian perlengkapan..? Pembagian logistik..?? Pembagian P3K/PPGD..? Siapa Ketua Pelaksana nya..? Apakah dia benar-benar bisa dan mampu untuk mengatur ke 27 orang itu..?

Dan Masalah yang akan dan sering muncul adalah banyaknya konflik. Keinginan anggota yang beraneka ragam dan sikap "intoleransi" (kurang peka dan kurang perduli nya sesama teman team). Lihatlah kasus Shizuko, kemana saja teman-temannya yang banyak itu..?

Pendakian ideal, bisa beranggotakan 4 orang sampai 6 orang pendaki. Pilihlah satu orang untuk memimpin pendakian (Ketua Pelaksana atau Ketua Pendakian). Dan Ketua Pelaksana/Pendakian Bukan karena Usia/umur nya yang Tua, dia dipilih sebagai Ketua karena memang memiliki watak yang bagus, bisa diandalkan dan leadership/mempunyai jiwa kepemimpinan yang bagus (kalau umurnya sudah tua itu mah hanya bonus..hhhheee..).

5. HIPOTERMIA DIKIRA KESURUPAN.

Pendaki pemula mendaki tanpa ilmu. Berbekal semangat dan tanpa perlengkapan memadai mereka nekat mendaki gunung.

Karena tidak tahu ilmu P3K, maka sering terjadi salah kaprah. Pada penderita hipotermia, korban akan menggigil dan kehilangan kesadaran. Lalu mulai bicara melantur/seperti mengigau.

Karena bicaranya/nyerocos tak karuan dan sukar diajak komunikasi, teman-temannya menyangka si korban kesurupan/kemasuka jin. Mereka malah membacakan doa untuk mengusir jin/setan. Inilah yang mungkin terjadi pada Shizuko.

Seharusnya, segera lakukan pertolongan. Ganti pakaiannya dengan pakaian kering. Masukkan dalam sleeping bag, alangkah bagusnya yang sudah dihangatkan terlebih dahulu. Taruh juga beberapa botol air panas di dalam sleeping bag itu. Jaga kondisi lingkungan tetap hangat.

Jika sudah membaik beri makanan dan minuman hangat sedikit demi sedikit. Hindari memberi kopi atau minuman keras (sangat berbahaya very-very dangerous..).

Jangan pernah anggap enteng mengepak barang/packing. Ini yang sering dimasabodohkan oleh pendaki pemula (asal masuk saja yang penting semuanya bisa masuk di ransel).

6. SAYA SI CEPAT.

Ciri khas pendaki pemula, apalagi yang masih berusia muda adalah selalu bergerak dengan cepat. Mereka selalu tergesa-gesa, menjadikan naik gunung seolah lomba lari ke puncak. Malu menjadi yang paling belakang, karena sering dianggap sebagai yang terlemah (gunungnya gak akan pergi koq).

Karena itu biasanya waktu tempuh ke puncak lebih singkat. Baru akan merasakan nya setelah perjalanan turun gunung, aneka masalah datang : Kehabisan tenaga, pandangan mata guram, nafas tidak teratur, mual, kepala pening, cidera otot/keseleo hingga kecelakaan terjerembab jatuh dan yang ditakutkan ialah kehilangan arah/salah jalur/nyasar menjadi ancaman paling berbahaya.

Idealnya, ada seorang 'Sweeper' yang berjalan paling belakang. Biasanya orang ini yang paling kuat mental dan phisik serta bisa diandalkan. Tugasnya menyapu seluruh anggota tim. Memastikan tak ada yang keteteran atau tertinggal di belakang (team sweeper mental dan phisiknya harus Oke jangan orang yang penakut apalagi dia takut gelap).

Namun dalam rombongan pendaki pemula, tak ada yang mau menerima tugas ini. Jadi sweeper dianggap Hina (ini pemikiran yang koplak dan salah). Mau menjadi yang paling pertama sampai di Puncak dan yang pertama turun sampai ke Kaki gunung/desa terakhir menjadi tujuan utamanya (cape dech sambil tepok jidat dan inilah yang salah).

".Saya si cepat..... Tanpa sadar Kutinggalkan sahabat di team Ku yang kelelahan dan sakit serat hampir mati di gunung."

Alhasil Semoga tulisan Jelek ini bermanfaat untuk saya, sahabat dan saudara petualang di Indonesia.....

*Jangan Buang Sampah Di Gunung - Gunung Bukan Tempat Sampah.....

**Dan jangan pernah sekali - kali mencoba Menantang Alam..... Baiknya Bersahabat dengan Alam.....

Salam Lestari.....



Sumber : Aris Aquaristo di Pecinta Alam "Indonesia"
5 Celoteh Rimba: Maret 2015 Mendaki gunung kini menjadi trend. Banyak orang ramai-ramai ikut merayakan tahun baru di puncak-puncak gunung. Melihat matahari terbit...
< >