Selasa, 10 Juni 2014

Menelusuri Rimba TNGL, Bukit Lawang



Salam  Petualang..
“Taman Nasional Gunung Leuser biasa disingkat TNGL adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1.094.692 ha yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Provinsi Aceh yang mencakup TNGL meliputi Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tamiang, sedangkan Provinsi Sumatera Utara yang mencakup TNGL meliputi Kabupaten Dairi, Karo dan Langkat. Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 mdpl di Aceh. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Taman Nasional Gunung Leuser memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu :

a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan.
b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
c. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Secara yuridis formal keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser untuk pertama kali dituangkan dalam Pengumuman Menteri Pertanian Nomor: 811/Kpts/Um/II/1980 tanggal 6 Maret 1980 tentang peresmian 5 (lima) Taman Nasional di Indonesia, yaitu : TN.Gunung Leuser, TN. Ujung Kulon, TN. Gede Pangrango, TN. Baluran, dan TN. Komodo. Berdasarkan Pengumuman Menteri Pertanian tersebut, ditunjuk luas TN. Gunung Leuser adalah 792.675 ha. Pengumuman Menteri Pertanian tersebut ditindaklanjuti dengan Surat Direktorat Jenderal Kehutanan Nomor: 719/Dj/VII/1/80, tanggal 7 Maret 1980 yang ditujukan kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa diberikannya status kewenangan pengelolaan TN. Gunung Leuser kepada Sub Balai KPA Gunung Leuser.

Diterimanya Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera ke daftar Situs Warisan Dunia pada tahun 2004, membuat Taman Nasional Gunung Leuser juga masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia oleh UNESCO, bersama dengan Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Sebagai dasar legalitas dalam rangkaian proses pengukuhan kawasan hutan telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: 276/Kpts-II/1997 tentang Penunjukan TN. Gunung Leuser seluas 1.094.692 ha yang terletak di Provinsi daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Utara. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa TN. Gunung Leuser terdiri dari gabungan :

1. Suaka Margasatwa Gunung Leuser  : 416.500 ha
2. Suaka Margasatwa Kluet  : 20.000 ha
3. Suaka Margasatwa Langkat Barat  : 51.000 ha
4. Suaka Margasatwa Langkat Selatan  : 82.985 ha
5. Suaka Margasatwa Sekundur  : 60.600 ha
6. Suaka Margasatwa Kappi  : 142.800 ha
7. Taman Wisata Gurah  : 9.200 ha
8. Hutan Lindung dan Hutan Produksi Terbatas  : 292.707 ha

Sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-II/2007, Saat ini pengelola TNGL adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Departemen Kehutanan yaitu Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) yang dipimpin oleh Kepala Balai Besar (setingkat eselon II). Salah satu Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang terkenal di dalam kawasan TNGL adalah Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera - Bukit Lawang di Kawasan Wisata Alam Bukit Lawang - Bohorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Sisi lain, taman nasional ini juga mendapat perhatian karena maraknya kasus penebangan pohon illegal di beberapa lokasi yang menyalahi reservasi lingkungan. Sebagian besar kawasan TNGL memiliki topografi yang curam dan struktur dan tekstur tanah yang rentan terhadap longsor. Hal ini terbukti pada saat banjir bandang yang menghancurkan kawasan wisata alam Bukit Lawang beberapa tahun lalu. Untuk lebih menjaga TNGL dari kerusakan yang lebih parah maka dibentuklah suatu kawasan yang disebut Kawasan Ekosistem Leuser. Kawasan yang memiliki luas 2,6 juta hektare ini meliputi area yang lebih datar di sekeliling TNGL dan berfungsi sebagai penyangga (buffer).

Di taman nasional ini terdapat 130 jenis mamalia di antaranya : orangutan sumatera (Pongo pygmaeus abelii), sarudung (Hylobates lar), siamang (Hylobates syndactilus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestriana) dan kedih (Presbytis thomasi). Satwa karnivora di antaranya : macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus), harimau sumatera (Phantera tigris Sumatraensis). Satwa herbivora yang ada di taman nasional ini adalah gajah sumatera (Elephas maximus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatraensis), dan rusa sambar (Cervus unicolor).

Diperkirakan ada sekitar 89 spesies langka dan dilindungi berada di Taman Nasional Gunung Leuser, di antaranya : Orangutan sumatera (Pongo pygmaeus abelii), Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Gajah sumatera (Elephas maximus), Beruang madu (Helarctos malayanus), Rangkong papan (Buceros bicornis), Ajag (Cuon Alpinus), Siamang (Hylobates syndactylus).
Diperkirakan ada sekitar 325 jenis burung di Taman Nasional Gunung Leuser di antaranya : rangkong badak (Buceros rhinoceros). Fauna reptilia dan amphibia didominasi ular berbisa dan buaya (Crocodillus sp). Di sini terdapat ikan jurung (Tor sp), ikan endemik Sungai Alas yang bisa mencapai panjang 1 meter dan terdapat juga kupu-kupu (butterfly).” (sumber : Wikipedia)

Dari ulasan di atas kita dapat mengetahui tujuan dan fungsi dari TNGL, luas yang dimilkinya, maupun sepsies-spesies yang terdapat di dalam kawasan konservasi ini, TNGL merupakan kawasan konservasi pelestarian alam yang terbesar di Asia Tenggara. Selain kita dapat mengetahui tentang TNGL dari ulasan-ulasan diatas, mungkin kita ingin juga menikmati keindahan-keindahan yang ada didalamnya seperti ekpedisi saya bersama Jejak Adventure mencoba melakukan Junggle tracking untuk dapat menelusuri dan melihat langsung kebesaran dan keindahan yang ada didalam kawasan ini.

Dengan beberapa orang tim Jejak bergerak dari ibu kota Sumatera Utara menuju Bukit Lawang, Untuk mencapai Bukit Lawang, dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) melewati Medan - Binjai - Kuala - Tanjunglangkat – Salapian hingga Kecamatan Bahorok dari Bahorok Sobat tidak jauh lagi dengan menuju barat daya kawasan desa bukit lawang. Dengan kendaraan umum melalui terminal bus Pinang Baris Medan atau kendaraan pribadi dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan dengan jarak sekitar 80 km. Kondisi jalan menuju kawasan Bukit Lawang sangat baik dan telah diaspal, perjalanan yang Sobat temui cukup berkelok dan berbukit.

Karena Bukit Lawang merupakan salah satu pintu masuk untuk menuju kawasan TNGL ini, sesampai disana tim jejak akan memulai penjelajahan alam TNGL, untuk menelusuri kawasan ini kami harus menunggu sobat jejak yaitu Sofyan dan Erwin, mereka adalah sobat jejak yang bermukim di desa Bukit Lawang dan mereka telah hafal trek-trek kawasan hutan TNGL karena mereka sudah sering keluar masuk kawasan ini sebagai pemandu wisata alam untuk wisatawan asing maupun lokal, jika sobat ingin  berkunjung ke Ekowisata Bukit Lawang mungkin sobat bisa gunakan jasa mereka sebagai pemandu, jika sobat ingin berkunjung ke tempat-tempat yang menarik tapi sobat tidak tahu letak atau posisinya dimana. Dan jika sobat ingin mencari informasi mereka sobat bisa berkunjung ke website mereka disini.

Setelah sobat yang kami nanti sudah datang kami langsung melakukan penelusuran TNGL, tapi penelusuran TNGL ini kami hanya ambil trek terdekat saja yang dapat ditempuh 2 – 3 jam berjalan kaki (tracking), sebab tim jejak belum ada waktu untuk menelusuri trek-trek terjauhnya yang bisa memakan waktu 5 hingga 7 hari, sebab itu membutuhkan persiapan yang matang baik itu kondisi fisik, stamina dan perlengkapan-perlengkapan yang di butuhkan dalam perjalanan kelak. Dan karena masih ada tuntutan tanggung jawab sebagai rutinitas sehari-hari diluar Jejak Adventure yang merupakan wadah kami dalam melakukan penggiat alam.

Dalam juggle tracking ini kami banyak disuguhkan pemandangan-pemandangan alam yang masih asri, melewati perkebunan milik warga hingga wilayah penelitian berbagai jenis tanaman maupun hewan yang dilindungi. Dan juga kami mencoba menelusuri gua kampret yang dihuni oleh ribuan kekelawar didalamnya, didalam gua ini kami dapat melihat langsung kekelawar kecil yang bergelantungan di langit-langit gua, dapat melihat satalagtit dan satalagmit yang menjadi keunikan gua-gua, dan yang marik adanya batu-batu kecil yang mengandung besi.

Setelah kembali dari gua kampret kami melanjutkan perjalanan melintasi rimba TNGL, disinilah adnarlin kami di coba, karena trek yang turunan dan berbukit itu cukup menguras stamina kami, ditambah lagi medan trek yang cadas, licin, lembab, dan akar-akar pohon yang menjalar-jalar dapat saja mencidrai kami jika kami tidak waspada dan hati-hati. Didalam hutan ini kami banyak menemui barbagai jenis pepohon yang hidup di hutan hujan tropis ini baik yang masih berusia dini hingga ratusan tahun dan dengan ketinggian maupun diameter batang pohon yang beraneka ragam.

Tidak kalah serunya kami dapat melihat langsung Primata orangutan yang ada disana, tutur sobat kami primata itu merupakan salah satu spesies mamalia yang dilindungi, awalnya primata itu masuk dalam karantina konservasi hewan mamalia yang ada di TNGL setelah primata itu mampu beradaptasi dengan lingkungannya baru primata orangutan itu delepas di alam bebas seperti yang kami lihat, jadi jika sobat beruntung sobat juga dapat memberi makan langsung orangutan tersebut, namun harus dalam pengawasan untuk menjaga kelestarian orangutan dari hal-hal yang tidak di inginkan dan juga untuk keselamatan kita, karena bisa saja orangutan tersebut menyerang kita jika dia merasa tertanggu, maka disarankan jika memasuki hutan TNGL jangan berisik yang dapat memencing kemarahan hewan disana yang merasa tertanggu. Yang menarik lagi primata orangutan yang dilepas di alam TNGL ini memeiliki nama sob..!!! tutur sobat jejak ada yang bernama Sandra, Mina dan Pesek. Sobat kami itupun tahu ciri-ciri mereka sehingga mereka tahu sesuai namanya masing-masing.

Perjalanan kami lanjutkan untuk mencapai titik terakhir penjelajahan kami, disini kami harus menyebarangi beberapa hulu sungai yang ada di tengah hutan TNGL ini, hulu sungai tersebut mengalir menuju hilir sungai Bukit Lawang. Dan juga masih trek sebelumnya harus melintasi turunan dan tanjakan yang terjal, yang harus tetap waspada dan berhati-hati yang terpenting kerjasama tim untuk melalui medan-medan yang sulit dilalui. Dalam perjalanan menuju titik terakhir ini kami disuguhkan dengan sebuah air terjun yang tidak terlalu tinggi, berkisar 3 meter dengan lebar sekitar 2 meter dan debit air yang tidak telalu deras menjadikan air terjun ini dapat dijadikan pemandian melepas rasa lelah kami, ternyata air terjun ini sudah memiliki nama yaitu “Air terjun Ariko” yang berarti Ayo datang kemari, nama yang berasal dari suku karo yang merupakan mayoritas penduduk setempat.

Setelah menikmati kesejukan air terjun ariko kami lanjutkan perjalanan ke hilir sungai Bukit Lawang karena disana sudah menanti tantangan yang akan menguji adnarlin kami, hilir sungai itu adalah titik terakhir trek pendek TNGL ini. Setelah sampai di hilir sungai kami harus menyeberangi sungai dengan kereta gantung yang telah tersedia, seru, menakutkan, menantang itulah kata-kata yang terlintas dalam benak kami. Diseberang sungai tersebut telah terakit ban-ban yang sudah siap kami gunakan untuk arung jeram (rafting), tapi rafting kali ini berbeda dengan rafting yang kita tahu sob, rafting disini merupakan ciri khas kegiatan ektrim Bukit Lawang dengan medianya adalah ban-ban dalam yang dirakit menyerupai arung jeram biasanya.

Rafting ban di Bukit Lawang ini tidak kalah serunya degan rafting-rafting yang sobat tahu, menantang, menakutkan, sangat menguji adnarlin kita sob. Arus air sungai yang deras dan bergelombang itulah yang harus kita hadapi ditambah lagi batu-batu sungai yang cadas dan besar-besar dapat saja menggulingkan kami jika driver-driver rafting tidak terlatih.
5 Celoteh Rimba: Juni 2014 Salam  Petualang.. “Taman Nasional Gunung Leuser biasa disingkat TNGL adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia sel...

Minggu, 08 Juni 2014

Air Terjun Ariko, Bukit Lawang




Salam Petualang..
Jika sobat-sobat berkunjung ke Bukit Lawang tidak salahnya sobat juga berkunjung kesebuah air terjun yang berada dibelantara hutan kawasan Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) Bukit Lawang, penduduk setempat manamainya Air Terjun Ariko yang berarti “Ayo Datang Kemari”, kata ariko berasal dari Suku Karo, yang merupakan mayoritas penduduk di Bukit Lawang.

Air terjun Ariko ini berada di Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Terletak di Kawansan Ekowisata Bukit Lawang tepatnya kawasan Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL), untuk menuju ke air terjun ariko ini kita harus menelusuri hutan TNGL dengan jarak tempuh lebih kurang 2 jam dengan berjalan kaki (tracking). Seperti halnya Trip Jejak Adventure dan saya di awal juni 2014 dengan beberapa orang menuju Bukit Lawang. Untuk mencapai Bukit Lawang, dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) melewati Medan - Binjai - Kuala - Tanjunglangkat – Salapian hingga Kecamatan Bahorok dari Bahorok tidak jauh lagi dengan menuju barat daya kawasan desa bukit lawang. Dengan kendaraan umum melalui terminal bus Pinang Baris Medan atau kendaraan pribadi dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan dengan jarak sekitar 80 km. Kondisi jalan menuju kawasan Bukit Lawang sangat baik dan telah diaspal, perjalanan yang temui cukup berkelok dan berbukit.

Sesampai di pintu masuk Ekowisata Bukit Lawang kami harus harus menyelesaikan urusan administrasi mulai masuk kelokasi ekowisata Bukit Lawang sampai tempat parkir kenderaan. Setelah semua selesai kami bergegas masuk dan menuju parkiran. Istirahat sejenak setelah melakukan perjalan yang cukup melelahkan.

Dengan didampingi sobat kami Erwin dan Sofyan kami mulai menuju ke air terjun ariko yang merupakan target kami, Sobat kami itu merupakan penduduk setempat Bukit Lawang dan mereka berdua sudah sering keluar masuk kawasan TNGL sambil membawa wisatawan yang berkunjung ke Bukit Lawang.

Sebelum kami menuju lokasi utama kami menuju goa kampret (bat cave) terdahulu, goa yang dihuni oleh ribuan kekelawar. Setelah kami menelusuri goa kampret kami melanjutkan ke sasaran kami yaitu air terjun ariko, kami harus melintasi rimba TNGL dengan trek-trek ekstrim dan sangat menguji adnarlin kami, keindahan dan kesejukan hutan hujan tropis menjadi pesona alam yang menarik untuk dikunjungi, medan yang penuh perjuangan pepohonan yang rindang dengan akar-akar yang menjalar-jalar dapat saja menjerat kami, trek tanjakan maupun turanan membuat kami harus lebih berhati-hati sebeb tanah yang lembab dan licin dapat menggelincirkan kami, beberapa hulu sungai yang bermuara ke sungai Bukit Lawang harus kami semberangi.

Rasa lelah kami akhirnya kami terobati setelah kami berhasil finis di tujuan kami, air terjun ini tidak terlalu tinggi seperti yang kita tahu atau yang pernah kami jejaki seperti air terjun Telaga Duawarna, Air terjun Sikulikap, Air terjun Lau Balis dan lainnya. Air terjun Ariko ini memiliki ketinggin sekitar 3 meter dengan lebar diameter berkisar 2 meter dan kedalaman muara jatuhnya air terjun ini sedada orang dewasa sehingga kami dapat langsung mandi-mandi di bawah air terjun ini, air yang berasal dari hulu sungai TNGL yang jernih dan sejuk, batu tebing yang cadas dan licin yang ada di sekitar air terjun Ariko ini sangat menarik karena ornamen-ornamen minimalis ukiran alam sengat menawan, walaupun debit air yang tidak besar tapi tidak kalah keeksotisannya dengan air terjun yang lainnya.
5 Celoteh Rimba: Juni 2014 Salam Petualang.. Jika sobat-sobat berkunjung ke Bukit Lawang tidak salahnya sobat juga berkunjung kesebuah air terjun yang b...

Kamis, 05 Juni 2014

Menelusuri Goa Kampret (Bat Cave), Langkat




Salam Petualang..
Kampret adalah kekelawar kecil, binatang ini bisa kita temui di tempat-tempat gelap yang jauh dari cahaya dan memiliki kelembaban seperti gua-gua terkadang bergelantugan di dahan-dahan pohon yang rindang. Karena binatang ini suka beraktivitas di malam hari maka jika disiang hari kita jarang melihatnya. Tapi jika sobat ingin melihat langsung sobat bisa datang di Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) tepatnya di Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.  

Setelah trip ke Air terjun Lau Balis, kini kami kembali untuk menapaki Goa Kampret yang berada di Bukit Lawang dengan tujuh orang kami berangkat dari Medan, Untuk mencapai Bukit Lawang, dapat ditempuh melalui perjalanan darat dari kota Medan (ibukota Propinsi Sumatera Utara) melewati Medan - Binjai - Kuala - Tanjunglangkat – Salapian hingga Kecamatan Bahorok dari Bahorok Sobat tidak jauh lagi dengan menuju barat daya kawasan desa bukit lawang. Dengan kendaraan umum melalui terminal bus Pinang Baris Medan atau kendaraan pribadi dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan dengan jarak sekitar 80 km. Kondisi jalan menuju kawasan Bukit Lawang sangat baik dan telah diaspal, perjalanan yang Sobat temui cukup berkelok dan berbukit.

Setelah kita sampai di depan pintu masuk Ekowisata Bukit Lawang kami harus menyelesaikan urusan administrasi sebesar 15.000 rupiah/kenderaan yaitu biaya masuk dan parkir, karena kami mengunakan sepeda motor jadi biaya yang kami uraikan adalah berdasarkan kenderaan yang kami gunakan Sob. Setelah semua selasai kami bergegas masuk menuju parkiran, kemudian kami istirahat sejenak sambil menunggu sobat kami Erwin dan Sofyan, mereka adalah sobat saya yang tinggal di Bukit Lawang, sebab kami tidak ada yang tahu pasti akses menuju lokasi gua kampret tersebut jadi kami gunakan jasa sobat kami tersebut untuk membawa kami ke lokasi yang kami tujuh.

Oh ya Sob, Erwin dan Sofyan mereka berdua  adalah pemandu lokal wisata di Bukit Lawang, jadi jika sobat ingin berkunjung ke Bukit Lawang dan tidak tahu tujuan wisata yang menarik disana sobat sekalian bisa gunakan jasa mereka sebagai guide.

Setelah mereka datang, kami langsung berangkat menuju lokasi gua kampret, untuk menuju gua kampret kami harus tracking dengan jarak tempuh lebih kurang 2 km untuk sampai ke mulut gua dengan menyelusuri areal perkebunan karet dan sawit, setelah itu kami melihat sebuah gubuk yang dengan seorang anak muda berada disana, biasanya yang berada di gubuk itu adalah orang paruh bayah mungkin anak muda itu adalah anak dari bapak tersebut. Gubuk tersebut sering digunakan tempat peristirahatan setelah melakukan perjalanan dan sebelum maupun sesudah masuk ke gua kampret tersebut. Dan untuk masuk kelokasi gua kampret akan di kenakan biaya sebesar 5.000 rupiah/ orang, kepada Bapak atau anak muda itulah kita harus membayarnya, menurut informasi media sosial yang kami dapat ternyata gua kampret ini bukan milik Pemda Langkat Sumatera Utara atau masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) tetapi gua kampret ini milik pribadi dari seorang warga yang ternyata pemilik goa ini adalah Bapak tua tersebut, setelah kami coba cari tahu tentang kepemilikan goa ini, sumber mengatakan gua ini milik bersama bukan milik pribadi siapapun, dengan alasan yang kuat bahwa mereka selalu berganti dalam penjagaan bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke goa kampret tersebut. Jika pernyataan itu benar tentang kepemilikan gua ini, bisa jadi goa ini milik Pemda Langkat, karena tidak ada hak peribadi warga didalam pernyataan tersebut. Kesimpulan, siapapun pemiliknya yang penting keberadaan goa ini mampu membantu pencarian warga dan semoga dapat menjadi icon wisata di Bukit Lawang khususnya dan Sumatera Utara umumnya.

Untuk menuju mulut goa dari gubuk tempat peristirahatan kami harus menapaki babatuan-bebatuan licin dan berlumut, pintu masuk untuk kemulut goa adalah dua buah batu besar yang menyisakan celah seukuran tubuh orang dewasa  dengan tangga dari kayu dan akar-akar pohon sebagai alat bantu untuk menapaki bebatuan-bebatuan licin dan berlumut tersebut dan kami harus penuh kehati-hatian jika ceroboh akan menimbukan cidera pada diri  kami. Didepan, kami  melihat mulut goa yang memiliki ruang luas dengan cahaya, sebelum memasuki mulut goa kami melihat batang-batang pohon yang berdiri kokoh dan dipenuhi akar-akar pohon yang bergelantungan, akar tersebut menjadi daya tarik sebelum kami masuk kemulut goa kampret. Diruang luas yang masih dipenuhi cahaya tersebut akan terlihat Stalagtit dan Stalagmit. Untuk memasuki lorong goa yang jauh dari cahaya membutuhkan penerang untuk menapaki lorong gelap tersebut, jadi kami sarankan sobat harus membawa senter atau sejenisnya yang bisa menerangi perjalanan sobat, biasanya pemilik goa juga menyewakan senter.

Ketika memasuki lorong lebih dalam maka keadaan goa sudah mulai lembab dan basah, didalam goa dapat di temukan aliran sungai kecil yang mengalir dan tetesan-tetesan air yang jatuh dari langit-langit goa yang merupakan rembasan dari tanah. Di aliran sungai kecil itu ada sebuah batu kecil berukuran bulat mirip biji-bijian yang katanya batu tersebut mengandung besi. Jika sobat ingin memilikinya sobat dapat mencarinya di aliran air tersebut. Bukan hanya itu saja di dalam goa ini kami dapat menemukan batuan yang mirip altar, ada yang berbentuk seorang wanita berambut panjang yang membelakangi, kemudian ada yang mirip seperti kuburan dengan batu nisannya. Sepanjang menelusuri lorong yang gelap itu, semakin kedalam tim dihadiahkan ke eksotisan goa ini, sebab disebagian lorong goa ini terdapat lokasi-lokasi yang terbuka yang langsung berhubungan dengan alam luas sehingga cahaya matahari dapat menarangi sebagian dalam goa sehingga akan terlihat indah dan mempesona.

Semakin jauh kita berjalan kedalam goa ini, kami harus melewati cela-cela batu goa yang hanya bisa  dilalui satu persatu orang saja dengan ukuran tubuh tidak terlalu besar, jika ukuran orang gemuk mungkin cela batu ini tidak dapat dilaluinya dan ada yang harus dilalui dengan cara merangkak pula. Sungguh manguji adrenalin bukan? Dan suara-suara kekelawar pun akan terdengar dan mungkin berterbangan di atas kepala kita. Maka jika sudah didalam di anjurkan sobat jangan bersuara keras maupun membuat keributan karena hal tersebut dapat menggangu ribuan kekelawar yang bergelantungan dilangait –langit goa, jika itu terjadi maka kekelawar itu akan berterbangan tidak tentu arah sehingga dapat membahayakan kita yang ada didalam goa ini. Untuk menelusuri goa ini sobat harus menggunakan alas kaki, karena bebatuan yang licin, berlumut dan tajam. Setelah mencapai ujung goa ini tidak ada jalan alternatif selain tim harus kembali lagi menapaki trek yang telah dilalui tadi.
5 Celoteh Rimba: Juni 2014 Salam Petualang.. Kampret adalah kekelawar kecil, binatang ini bisa kita temui di tempat-tempat gelap yang jauh dari cahaya ...
< >